Pada awal 2016, upaya merevisi UU KPK kembali berlanjut. DPR kembali menyepakati revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2016.
Hanya Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi UU KPK. Pada 1 Februari 2016, revisi UU KPK mulai dibahas dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi di DPR RI.
Anggota Fraksi PDI-P Risa Mariska dan Ichsan Soelistyo hadir sebagai perwakilan pengusul revisi UU tersebut.
Draf yang dibahas memang hanya mencakup empat poin, yakni pemberian kewenangan kepada KPK untuk menerbitkan SP3, pengaturan kembali kewenangan menyadap, keberadaan penyidik independen, dan pembentukan badan pengawas KPK.
Namun, banyak pihak menganggap empat poin tersebut dianggap dapat melemahkan KPK dan tetap mendapatkan penolakan dari berbagai kalangan.
Baca juga: Operasi Senyap Revisi UU KPK, Menunggu Jokowi Menepati Janjinya...
Akhirnya tak hanya Partai Gerindra, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS belakangan ikut menolak draf revisi tersebut. Pimpinan KPK yang sudah dipimpin Agus Rahardjo juga ikut menyatakan penolakan.
Seiring dengan derasnya penolakan, rapat paripurna penetapan revisi UU KPK untuk menjadi inisiatif DPR sudah tertunda sebanyak dua kali.
Sehari menjelang paripurna yang dijadwalkan untuk ketiga kalinya pada Selasa 23 Februari 2016, pimpinan DPR kembali melakukan rapat konsultasi dengan Presiden.
Pertemuan tersebut sepakat untuk kembali menunda revisi UU KPK. Kali ini, tak ada substansi revisi yang diubah.
Presiden dan DPR sepakat menunda karena menganggap revisi UU KPK perlu mendapat kajian lebih mendalam, termasuk sosialisasi terhadap masyarakat. Tak ditentukan berapa lama waktu penundaan ini.
"Saya hargai proses dinamika politik yang ada di DPR, khususnya dalam rancangan revisi UU KPK. Mengenai rencana revisi UU KPK tersebut, kami bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, ditunda," ujar Jokowi usai rapat dengan pimpinan DPR.
Baca juga: Fahri Hamzah: Rencana Revisi UU KPK Sudah Disetujui Presiden Jokowi