Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 06/09/2019, 08:00 WIB
|

JAKARTA, KOMPAS.com — Penolakan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi lantang disuarakan pegiat antikorupsi, termasuk oleh KPK

Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan, KPK menolak revisi undang-undang tersebut karena dinilai akan melemahkan KPK alih-alih menguatkan lembaga antirasuah itu.

"Kami tidak membutuhkan revisi undang-undang untuk menjalankan pemberantasan korupsi," kata Agus dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (5/9/2019).

"Apalagi jika mencermati materi muatan RUU KPK yang beredar, justru rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi," kata Agus melanjutkan.

Baca juga: Kalau UU KPK Direvisi, Pemerintah Seolah Membunuh KPK

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengaku heran akan pembahasan revisi UU KPK yang berlangsung diam-diam.

 

Menurut dia, hal itu menunjukkan pemerintah dan DPR yang tidak mau mendengarkan aspirasi masyarakat.

Ia pun menuding revisi UU KPK sebagai upaya pelemahan KPK yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR.

"Pemerintah dan parlemen telah membohongi rakyat Indonesia karena dalam program mereka selalu menyuarakan penguatan KPK, tapi pada kenyataannya mereka berkonspirasi melemahkan KPK secara diam-diam," kata Laode.

Pendapat serupa disampaikan oleh Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz.

Ia menilai, revisi UU KPK merupakan upaya sistematis dalam melemahkan KPK.

Donal menduga, revisi UU KPK ini sengaja digulirkan untuk mempermudah aktivitas korupsi yang diawali dengan melumpuhkan KPK.

"Ada segelintir orang-orang yang punya niat untuk merampok uang negara secara gila-gilaan dan kemudian cara yang paling mungkin dengan melumpuhkan KPK," kata Donal.

Di ujung tanduk

Donal menuturkan, revisi UU KPK merupakan bagian dari rangkaian terstruktur dalam upaya melemahkan KPK yang diawali dengan proses seleksi calon pimpinan KPK yang menghasilkan lolosnya beberapa nama capim KPK bermasalah ke DPR.

Agus pun mengakui hal tersebut. Berkaca dari masalah yang menghadang upaya pemberantasan korupsi selama beberapa waktu terakhir, Agus menyebut KPK sedang berada di ujung tanduk.

"Kami harus menyampaikan kepada publik bahwa saat ini KPK berada di ujung tanduk. Bukan tanpa sebab. Semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini," kata Agus.

Baca juga: 5 Poin Revisi UU KPK yang Diduga Bakal Lemahkan Pemberantasan Korupsi

Agus menyampaikan, ada sembilan masalah dalam draf RUU KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK, antara lain independensi KPK terancam, penyadapan yang dipersulit dan dibatasi, hingga pembentukan dewan pengawas yang dipilih DPR.

Sementara itu, ICW mencatat ada 11 poin bermasalah dalam draf RUU KPK.

Senada dengan Agus, peneliti ICW Kurnia Ramadha menyebut, salah satu poin yang bermasalah ialah pembentukan dewan pengawas KPK.

"Dewan pengawas ini adalah representasi dari pemerintah dan DPR yang ingin campur tangan dalam kelembagaan KPK. Sebab, mekanisme pembentukan dewan pengawas bermula dari usul presiden dengan membentuk panitia seleksi, lalu kemudian meminta persetujuan dari DPR," kata Kurnia.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo (tengah) dalam konferensi pers menyikapi revisi UU KPK di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (5/9/2019). KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo (tengah) dalam konferensi pers menyikapi revisi UU KPK di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (5/9/2019).

Selain itu, KPK dan ICW mengkritik aturan penyadapan yang tercantum dalam RUU KPK. Berdasarkan RUU itu, penyadapan harus dilakukan seizin dewan pengawas KPK.

Menurut Kurnia, aturan itu dapat memperlambat sekaligus menjadi bentuk intervensi penanganan kasus korupsi yang dikerjakan KPK.

"Selama ini KPK dapat melakukan penyadapan tanpa izin dari pihak mana pun dan faktanya hasil sadapan KPK menjadi bukti penting di muka persidangan untuk menindak pelaku korupsi," ucap dia. 

"Sederhananya, bagaimana jika nanti dewan pengawas itu sendiri yang ingin disadap oleh KPK? Mekanisme itu tidak diatur secara jelas dalam rancangan perubahan," kata Kurnia.

Berharap kepada Jokowi

Presiden Joko Widodo kini menjadi satu-satunya harapan publik. Jokowi akan menjadi sosok yang menentukan masa depan pemberantasan korupsi dengan menyetujui atau menolak revisi UU KPK.

"Presiden punya otoritas secara konstitusional untuk setuju atau tidak setuju untuk melanjutkan pembahasan sebuah UU atau revisi UU sehingga menurut saya ini bergulir kepada presiden, kuncinya di presiden," kata Donal.

Agus berharap, presiden dapat bersikap lebih arif dan bijaksana dalam mempertimbangkan perlu tidaknya merevisi UU KPK.

"Presiden mohon lebih arif lebih bijaksana untuk mempertimbangkan suara dari banyak tokoh maupun dari banyak komponen-komponen bangsa ini yang sebetulnya menyuarakan itu. Mohon betul suara itu juga didengar," kata Agus.

Baca juga: Agus Rahardjo Sebut KPK dalam Bahaya

Ia mengatakan, KPK masih memercayai bahwa Jokowi tetap konsisten dalam pernyataannya yang pernah disampaikan bahwa presiden tidak akan melemahkan KPK.

Donal menyebut, Jokowi juga mesti mengingat janjinya untuk menolak setiap upaya melemahkan komisi antirasuah tersebut.

"Kita berharap tentu presiden mendengarkan aspirasi masyarakat kemudian konsisten dengan sikapnya yang dulu pernah disampaikan bahwa menolak upaya revisi Undang-Undang KPK yang bertujuan untuk memperlemah institusi tersebut," ujar Donal.

Kini, kebijakan Jokowi terkait polemik revisi UU KPK tengah ditunggu publik.

Sebab, para wakil rakyat bertekad menyelesaikan revisi UU KPK secepat kilat agar dapat sah sebelum masa jabatan mereka habis akhir bulan nanti.

Sementara itu, Jokowi mengaku belum mengetahui isi revisi UU KPK yang diusulkan oleh DPR.

"Itu inisiatif DPR, saya belum tahu isinya," kata Jokowi saat ditanya wartawan di sela-sela kunjungan kerja di Pontianak.

Baca juga: Revisi UU KPK Diketok DPR, Jokowi: Saya Belum Tahu Isinya

Presiden Jokowi mengatakan, KPK selama ini bekerja dengan baik. Namun, ia belum bisa berkomentar apakah revisi UU ini diperlukan atau tidak.

"Saya belum tahu, jadi saya belum bisa sampaikan apa-apa," kata Jokowi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Singung Potensi Wisatawan, Sandiaga Harap Piala Dunia Tetap Digelar di Indonesia

Singung Potensi Wisatawan, Sandiaga Harap Piala Dunia Tetap Digelar di Indonesia

Nasional
Besok, MAKI Laporkan Kepala PPATK, Mahfud MD dan Sri Mulyani ke Bareskrim Polri

Besok, MAKI Laporkan Kepala PPATK, Mahfud MD dan Sri Mulyani ke Bareskrim Polri

Nasional
Menko Mahfud Persilakan Komnas HAM Usut Lagi Tragedi Kanjuruhan

Menko Mahfud Persilakan Komnas HAM Usut Lagi Tragedi Kanjuruhan

Nasional
Politikus Demokrat Curiga Mahfud Punya Motif Politik di Balik Laporan Transaksi Rp 349 T

Politikus Demokrat Curiga Mahfud Punya Motif Politik di Balik Laporan Transaksi Rp 349 T

Nasional
Jokowi Minta Buka-bukaan soal Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Jangan Ditutupi!

Jokowi Minta Buka-bukaan soal Transaksi Janggal Kemenkeu, Mahfud: Jangan Ditutupi!

Nasional
Pro dan Kontra Partisipasi Israel di Piala Dunia U-20, Mahfud: Kita Jalani untuk Cari Jalan Keluar

Pro dan Kontra Partisipasi Israel di Piala Dunia U-20, Mahfud: Kita Jalani untuk Cari Jalan Keluar

Nasional
Wamenkumham Akan Diperiksa Terkait Laporan yang Dibuat Asprinya

Wamenkumham Akan Diperiksa Terkait Laporan yang Dibuat Asprinya

Nasional
Kampanye di Rumah Ibadah dan Politik Uang, Peserta Pemilu Siap-siap Terima Hukuman Ini

Kampanye di Rumah Ibadah dan Politik Uang, Peserta Pemilu Siap-siap Terima Hukuman Ini

Nasional
Polemik Larangan Buka Bersama, Jokowi: Ini Bukan untuk Masyarakat Umum!

Polemik Larangan Buka Bersama, Jokowi: Ini Bukan untuk Masyarakat Umum!

Nasional
Update 27 Maret 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 329 dalam Sehari, Total Capai 6.744.362

Update 27 Maret 2023: Kasus Covid-19 Bertambah 329 dalam Sehari, Total Capai 6.744.362

Nasional
Kemendagri Harap Verifikasi Ulang Prima Tak Usik Tahapan Pemilu 2024

Kemendagri Harap Verifikasi Ulang Prima Tak Usik Tahapan Pemilu 2024

Nasional
Belum Komunikasi dengan PKS soal Anies-Sandi, PPP Sebut KIB Mulai Bergerak Setelah Ramadhan

Belum Komunikasi dengan PKS soal Anies-Sandi, PPP Sebut KIB Mulai Bergerak Setelah Ramadhan

Nasional
KPK Duga Uang Korupsi Tukin di ESDM untuk Suap Pemeriksaan BPK

KPK Duga Uang Korupsi Tukin di ESDM untuk Suap Pemeriksaan BPK

Nasional
Jokowi Minta Anggaran Buka Bersama Pemerintah Dialihkan untuk Santuni Fakir Miskin hingga Yatim Piatu

Jokowi Minta Anggaran Buka Bersama Pemerintah Dialihkan untuk Santuni Fakir Miskin hingga Yatim Piatu

Nasional
DPR Merasa Belum Perlu Undang Prima Saat Bahas Kasus Hukum Mereka

DPR Merasa Belum Perlu Undang Prima Saat Bahas Kasus Hukum Mereka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke