JAKARTA, KOMPAS.com - DPR telah menyusun rancangan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satu poinnya mengatur tentang kedudukan KPK yang berada pada cabang eksekutif.
Dengan kata lain, jika revisi undang-undang ini disahkan, KPK akan menjadi lembaga pemerintah.
"Penataan kelembagaan KPK dilaksanakan sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017. Di mana dinyatakan bahwa KPK merupakan bagian dari cabang kekuasaan pemerintahan," bunyi Penjelasan Umum rancangan revisi UU KPK sebagaimana dikutip, Kamis (5/8/2019).
"Komisi Pemberantasan Korupsi termasuk ranah kekuasaan eksekutif yang sering disebut lembaga pemerintah (regeringsorgaan– bestuursorganen)," demikian kelanjutan pasal itu.
Baca juga: Tidak Masuk Prolegnas, Mengapa Revisi UU KPK Disetujui?
Untuk diketahui, status KPK selama ini bukan bagian dari pemerintah, melainkan lembaga ad hoc independen, meskipun tidak tertulis jelas di UU KPK sendiri.
Meski nantinya berstatus lembaga pemerintah, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, KPK tetap bersifat independen.
Baca juga: Arsul Sani Ungkap Alasan DPR Usul Revisi UU KPK Jelang Akhir Masa Jabatan
Jika revisi UU KPK ini disahkan, pegawai KPK ke depan akan berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN). Dengan demikian, mereka harus tunduk pada Undang-Undang ASN.
"Pegawai KPK adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara," bunyi Pasal 1.
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diusulkan Badan Legislasi DPR.
Baca juga: Formappi: Ada Upaya Diam-diam Lemahkan KPK
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis siang.
Baleg bertekad mengebut pembahasan revisi itu sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan DPR periode 2019-2024 habis pada 30 September mendatang.