JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Bengkayang Suryadman Gidot sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pekerjaan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bengkayang Tahun Anggaran 2019.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tujuh orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (4/9/2019).
Selain Suryadman, seorang pejabat Pemerintah Kabupaten Bengkayang telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, yaitu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bengkayang Aleksius.
KPK juga menetapkan lima orang pihak swasta sebagai tersangka pemberi suap, yakni Bun Si Fat, Pandus, Yosef, Nelly Margeritha, dan Rodi.
Ketujuhnya ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mengamankan Suryadman, Aleksius, dan Rodi dalam rangkaian operasi tangkap tangan di Bengkayang dan Pontianak, Selasa (3/9/2019) lalu.
Dalam kasus ini, Suryadman diduga meminta uang Rp 300.000.000 kepada Aleksius dan Kepala Dinas Pendidikan Bengkayang Agustinus Yan pada Jumat (30/8/2019) lalu.
"Permintaan uang tersebut dilakukan SG atas pemberian anggaran penunjukan langsung tambahan APBD-Perubahan 2019 kepada Dinas PUPR sebesar Rp 7,5 miliar dan Dinas Pendidikan sebesar Rp 6 miliar," kata Basaria.
Baca juga: Tutupi Wajah, Bupati Bengkayang Tinggalkan KPK Menuju Tahanan
Uang tersebut diduga diperlukan Suryadman untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya dan Suryadman meminta untuk disiapkan pada hari Senin (2/9/2019) dan diserahkan kepadanya di Pontianak.
Menindaklanjuti permintaan Suryadman, Aleksius menghubungi beberapa rekanan untuk menawarkan proyek pekerjaan penunjukan langsung dengan syarat memenuhi setoran di awal.
"Hal ini dilakukan dikarenakan uang setoran tersebut diperlukan segera untuk memenuhi permintaan dari Bupati," ujar Basaria.
"Untuk satu paket pekerjaan penunjukan langsung dimintakan setoran sebesar Rp 20-25 juta, atau minimal sekitar 10 persen dari nilai maksimal pekerjaan penunjukan langsung yaitu Rp 200 juta," kata dia lagi.
Ada lima pihak swasta yang mengirimkan uang itu melalui staf Dinas PUPR Bengkayang, Fitri Julihardi.
Kelima pihak swasta itu yakni Bun Si Fat, Pandus, Yosef, Nelly Margeritha, dan Rodi yang kelimanya telah ditetapkan sebagai tersangka
Bun Si Fat menyerahkan uang senilai Rp 120.000.000, Nelly menyerahkan Rp 60.000.000, sedangkan Pandus, Yosef, dan Rodi menyerahkan Rp 160.000.000.
Kronologi OTT
Kasus dugaan suap itu terbongkar saat KPK menggelar operasi tangkap tangan pada Selasa lalu.
Mulanya, KPK mendapat informasi adanya permintaan uang dari Suryadman ke dua kepala dinasnya.
Setelah melakukan penelusuran, tim mendapatkan informasi akan adanya pemberian uang kepada Suryadman.
Baca juga: Ini Profil Suryadman Gidot, Bupati Bengkayang yang Terjaring OTT KPK
Pada Selasa siang sekira pukul 10.00 WIB, tim KPK melihat Aleksei bersama stafnya yang bernama Fitri Julihardi sedang berasa di Mes Pemerintah Kabupaten Bengkayang.
"Tidak lama kemudian, tim melihat mobil Bupati datang dan masuk ke Mes Pemda. Tim menduga pemberian uang terjadi saat itu yaitu di dalam mes tersebut," ujar Basaria.
Tim KPK lalu merangsek ke dalam mes dan menangkap Suryadman, Aleksei, Fitri, serta dua orang lainnya yaitu Sekretaris Daerah Bengkayang Obaja dan Ajudan Bupatti Bengkayang Risen Sitompul.
Di sana, KPK juga menemukan barang bukti berupa uang tunai senilai Rp 336.000.000 dalam bentum pecahan Rp 100.000.
Pada Selasa malam, tim KPK menangkap pihak swasta bernama Rodi di sebuah hotel di Pontianak dan mengamankan Agustinus di sebuah hotel di Bengkayang.
"Ketujuh orang tersebut kemudian diterbangkan seluruhnya secara bertahap ke Kantor KPK di Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan awal," kata Basaria.
Pantauan Kompas.com, Suryadman dan Aleksius selesai diperiksa hingga pukul 22.00 WIB.
Saat meninggalkan Gedung KPK menuju tahanan, Suryadman dan Aleksius bungkam.
Bahkan, Suryadman tampak menutupi wajahnya dengan lembaran kertas yang ia pegang.
OTT tetap diperlukan
OTT yang menjaring Suryadman merupakan OTT ketiga yang dilakukan KPK dalam kurun waktu Senin hingga Selasa lalu.
Basaria menegaskan, OTT tetap diperlukan sebagai langkah represif memberantas korupsi.
"Perlu dipahami bahwasanya OTT memang bukanlah strategi tunggal yang dilakukan KPK dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebenarnya, upaya-upaya pencegahan terus dilakukan oleh KPK," kata Basaria, Rabu (4/9/2019).
Baca juga: Bupati Bengkayang Diduga Minta Rp 300 Juta Lewat Kepala Dinasnya
Basaria mengakui, upaya pencegahan tersebut memang tidak bisa dilakukan sendiri oleh KPK.
Menurut dia, instansi dan lembaga lainnya seperti Pemerintah Pusat dan Daerah hingga partai politik.
Apalagi, kata Basaria, korupsi yang terjadi di Indonesia banyak melibatkan aktor-aktor politik.
Oleh karena itu, Basaria menilai, OTT tetap dibutuhkan sebagai cara represif dalam menindak perbuatan korupsi yang gagal dicegah.
"Namun, jika kejahatan korupsi telah terjadi, KPK sebagai penegak hukum tidak boleh diam. Oleh karena itulah OTT ataupun penanganan perkara dengan cara lain perlu terus dilakukan secara konsisten, sebagaimana halnya dengan upaya Pencegahan korupsi," kata Basaria.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.