JAKARTA, KOMPAS.com - Sigit Danang Joyo merupakan Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak pada Kementerian Keuangan yang lolos wawancara dan uji publik calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sigit masuk dalam 10 besar nama capim KPK yang diserahkan Panitia Seleksi Capim KPK ke Presiden Joko Widodo, Senin (2/9/2019).
Dalam wawancara dan uji publik, Sigit mengatakan, ia sering memberikan konseling dan bantuan hukum kepada staf Ditjen Pajak yang berurusan dengan KPK atau Kejaksaan.
Luruskan persepsi soal advokat
Dalam wawancara dan uji publik, Sigit berpendapat, advokat yang membela tersangka korupsi, bukan berarti setuju dengan tindak pidana korupsi.
"Pengacara (adalah) pembela koruptor, saya tidak setuju dengan itu," kata Sigit di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (29/8/2019).
Baca juga: 10 Capim Lolos, KPK Minta Terus Dikawal dan Presiden Dipersilakan Beri Catatan
Sigit merasa perlu meluruskan hal tersebut. Sebab, ia melihat persepsi masyarakat banyak yang keliru.
Sigit mengatakan, tidak ada satu pun dasar hukum yang menyebutkan bahwa pengacara yang mendampingi tersangka korupsi berarti setuju atau terlibat dengan tindakannya.
Justru, menurut dia, aturan KUHAP menyebutkan bahwa setiap tersangka wajib mendapatkan pendampingan atau penasihat hukum.
Menurut Sigit, bantuan hukum atau konseling adalah hak setiap tersangka.
Dorong perampasan aset
Sigit Danang juga menyatakan dukungannya terhadap pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset.
Menurut Sigit, undang-undang semacam itu bisa mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.
"Bagi saya, sepanjang upaya mendukung pemberantasan korupsi, seharusnya didukung," kata Sigit.
Baca juga: Ketua KPK Apresiasi Dukungan Publik untuk Capim KPK yang Berintegritas
Ia berpendapat, RUU Perampasan Aset bakal berdampak positif bagi pengembalian keuangan negara.
Ia mengaku kerap kali menemukan rekening bermasalah yang tidak jelas siapa pemiliknya.
Daripada harta dalam rekening tersebut didiamkan, kata Sigit, akan lebih baik jika diserahkan ke negara.
Meski semangat perampasan aset ini sudah tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2013, menurut Sigit, ada baiknya aturan itu tertuang di dalam sebuah undang-undang, bukan hanya sebatas perma.
"Kalau mau diperkuat lagi dengan UU Perampasan Aset saya kira oke," ucap Sigit.
Soroti personel penindakan dan pencegahan
Ia juga menilai, jumlah personel bagian penindakan KPK tidak imbang dengan divisi pencegahan.
Hal itu, menurut Sigit, menjadi salah satu faktor operasi tangkap tangan (OTT) terus terjadi.
"Sekarang jumlah personel untuk penindakan itu ada 439, sedangkan untuk pencegahan itu ada sekitar 310. Ini dari komposisi SDM saja sudah tidak imbang," kata Sigit.
Baca juga: Sosok Irjen Firli yang Ditolak Pegawai KPK dan Diloloskan Pansel...
Ia tak beranggapan bahwa banyaknya OTT menunjukkan lemahnya KPK. Namun, ia menyebutkan, tindakan pencegahan menjadi penting untuk menekan penindakan terhadap praktik korupsi.
Ia pun mengaku sudah terbiasa menyusun program-program pemberantasan korupsi di Kementerian Keuangan.
Oleh karenanya, Sigit menyarankan supaya KPK menambah jumlah personel di bagian pencegahan dan tidak hanya fokus pada penindakan.
"Mestinya di KPK, kalau mau diperkuat satu kementerian harus dipegang paling tidak dua atau tiga personel (pencegahan). Khusus hanya untuk memperluas perbaikan-perbaikan sistem yang ada di pemerintahan," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.