JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, prosedur penyerahan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Panitia Seleksi mengacu pada Pasal 30 Ayat 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Ayat itu berbunyi, "Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada Ayat (8) sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia"
"Nah di dalam Ayat 9, penyerahan itu tidak menyebutkan berapa jumlah yang akan diserahkan Pansel kepada presiden ya, hanya saja presiden diberikan batasan oleh Ayat 9 itu untuk menyerahkan 10 nama kepada DPR, dengan syarat presiden diberi waktu mempertimbangkan 10 nama itu selama 14 hari semenjak nama itu diserahkan Pansel," kata Feri kepada Kompas.com, Senin (2/9/2019).
Baca juga: Pansel KPK Dinilai Transparan, Kalla: Tak Semua Pendapat Mesti Diikuti
Menurut Feri, tidak mungkin Pansel hanya menyerahkan 10 nama dari hasil wawancara dan uji publik. Ia menilai, presiden patut menerima lebih dari 10 nama.
Agar nantinya, presiden memiliki waktu dan ruang yang cukup luas untuk menentukan siapa 10 nama yang layak dibawa ke DPR.
"Hemat saya Pansel harus menyerahkan 20 nama itu (yang ikut tes wawancara dan uji publik) lalu Presiden memikirkan 20 nama itu selama 14 hari. Lalu dia akan menentukan dari 20 itu siapa 10 nama yang akan Presiden serahkan kepada DPR," ujar dia.
Hal itu mengingat posisi dan kewenangan Pansel berdasarkan delegasi yang diberikan oleh Presiden.
Menurut Feri, penyerahan jumlah nama oleh Pansel bergantung sepenuhnya di tangan Presiden.
"Kalau presiden meminta Pansel menyerahkan 10, ya 10, tetapi kalau presiden meminta dia yang akan menentukan dari 10 nama yang ditentukan undang-undang untuk diserahkan ke DPR ya dia meminta 20 ya 20 harusnya. Karena itu ruang presiden untuk memutuskan ya, siapa 10 nama yang diserahkan ke DPR," papar Feri.
Di tengah polemik seleksi capim KPK, Feri menyarankan agar Pansel menyerahkan 20 nama kepada presiden.
Dengan demikian, presiden bisa menjernihkan situasi di tengah polemik seleksi capim KPK belakangan ini.
"Tidak ada baku di dalam Pasal 30 itu harus 10 nama ya. Malah tidak mungkin kan 10 nama, kan kalau Pansel nyerahin 10 nama saja, presiden terkesan jadi tukang pos. Masak kewenangannya yang diserahkan ke Pansel itu hanya bergsntung pada Pansel. Tentu harus ada komunikasi presiden dan Pansel," ujar dia.
Baca juga: Pansel KPK di Tengah Kontroversi Capim yang Diduga Bermasalah
Menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu, presiden juga tidak dimungkinkan mencari nama lain di luar seleksi untuk diserahkan ke DPR.
Sebab, nantinya itu berpotensi melanggar undang-undang dan memicu kontroversi.
"Kalau di luar jalur Pansel menurut saya tidak tepat, itu akan menimbulkan kehebohan. Kalau presiden meragukan kinerja Pansel maka Pansel dibubarkan, presiden buat Pansel baru yang bisa bekerja lebih cepat dari itu ya, tetapi itu lain hal ya," ujar dia.
Pertimbangan matang
Feri berharap Presiden Jokowi mempertimbangkan 10 nama yang akan diserahkan ke DPR dengan matang.
Menurut dia, persoalan penentuan pimpinan KPK bukan hanya soal siapa dan dari mana ia berasal, melainkan soal rekam jejak dan integritas.
"Misalnya, bagaimana mungkin pimpinan KPK tidak patuh mengurus laporan kekayaannya sebagai penyelenggara negara, ketaaatan mereka terhadap peraturan juga menjadi hal serius, belum lagi soal integritas pernah apa enggak melanggar etik, dan segala macamnya. Itu harus dilihat Presiden," kata dia.
Di saat itulah, presiden memiliki momentum untuk mengevaluasi kinerja Pansel yang menjadi sorotan publik. Presiden, kata Feri, merupakan kunci terakhir dalam penentuan 10 nama ini.
Menurut dia, presiden juga harus melihat tingkat kepercayaan publik yang sudah baik terhadap pemerintahannya dalam pemberantasan korupsi.
Baca juga: Serahkan 10 Nama Capim KPK ke Jokowi, Pansel Sebut Seleksi Ketat dan Profesional
Jika presiden salah langkah, kata Feri, berisiko menggerus kepercayaan publik terhadap presiden dan pemerintahannya.
"Karena juga ketika masuk ke jalur politik di DPR itu penuh transaksi partai yang ada. Jadi di persimpangan ini presiden memiliki peran penting mau kemana KPK di masa depan, mau diruntuhkan atau diperkuat?" ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.