Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Pakar, Begini Prosedur Penyerahan Nama Capim KPK ke Presiden

Kompas.com - 02/09/2019, 09:07 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, prosedur penyerahan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Panitia Seleksi mengacu pada Pasal 30 Ayat 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Ayat itu berbunyi, "Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada Ayat (8) sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia"

"Nah di dalam Ayat 9, penyerahan itu tidak menyebutkan berapa jumlah yang akan diserahkan Pansel kepada presiden ya, hanya saja presiden diberikan batasan oleh Ayat 9 itu untuk menyerahkan 10 nama kepada DPR, dengan syarat presiden diberi waktu mempertimbangkan 10 nama itu selama 14 hari semenjak nama itu diserahkan Pansel," kata Feri kepada Kompas.com, Senin (2/9/2019).

Baca juga: Pansel KPK Dinilai Transparan, Kalla: Tak Semua Pendapat Mesti Diikuti

Menurut Feri, tidak mungkin Pansel hanya menyerahkan 10 nama dari hasil wawancara dan uji publik. Ia menilai, presiden patut menerima lebih dari 10 nama.

Agar nantinya, presiden memiliki waktu dan ruang yang cukup luas untuk menentukan siapa 10 nama yang layak dibawa ke DPR.

"Hemat saya Pansel harus menyerahkan 20 nama itu (yang ikut tes wawancara dan uji publik) lalu Presiden memikirkan 20 nama itu selama 14 hari. Lalu dia akan menentukan dari 20 itu siapa 10 nama yang akan Presiden serahkan kepada DPR," ujar dia. 

Hal itu mengingat posisi dan kewenangan Pansel berdasarkan delegasi yang diberikan oleh Presiden.

Menurut Feri, penyerahan jumlah nama oleh Pansel bergantung sepenuhnya di tangan Presiden.

"Kalau presiden meminta Pansel menyerahkan 10, ya 10, tetapi kalau presiden meminta dia yang akan menentukan dari 10 nama yang ditentukan undang-undang untuk diserahkan ke DPR ya dia meminta 20 ya 20 harusnya. Karena itu ruang presiden untuk memutuskan ya, siapa 10 nama yang diserahkan ke DPR," papar Feri.

Di tengah polemik seleksi capim KPK, Feri menyarankan agar Pansel menyerahkan 20 nama kepada presiden.

Dengan demikian, presiden bisa menjernihkan situasi di tengah polemik seleksi capim KPK belakangan ini.

"Tidak ada baku di dalam Pasal 30 itu harus 10 nama ya. Malah tidak mungkin kan 10 nama, kan kalau Pansel nyerahin 10 nama saja, presiden terkesan jadi tukang pos. Masak kewenangannya yang diserahkan ke Pansel itu hanya bergsntung pada Pansel. Tentu harus ada komunikasi presiden dan Pansel," ujar dia.

Baca juga: Pansel KPK di Tengah Kontroversi Capim yang Diduga Bermasalah

Menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu, presiden juga tidak dimungkinkan mencari nama lain di luar seleksi untuk diserahkan ke DPR.

Sebab, nantinya itu berpotensi melanggar undang-undang dan memicu kontroversi.

"Kalau di luar jalur Pansel menurut saya tidak tepat, itu akan menimbulkan kehebohan. Kalau presiden meragukan kinerja Pansel maka Pansel dibubarkan, presiden buat Pansel baru yang bisa bekerja lebih cepat dari itu ya, tetapi itu lain hal ya," ujar dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com