KOMPAS.com - Kerusuhan yang terjadi di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat pada pekan lalu masih menjadi pemberitaan yang menarik perhatian pembaca Kompas.com.
Selain peristiwa kerusuhan yang terjadi, proses penangkapan terhadap pelaku pengibaran bendera Bintang Kejora dalam aksi demonstrasi juga ramai dibicarakan.
Pengibaran bendera itu terjadi saat sejumlah warga Papua di Jakarta melakukan demonstrasi menolak aksi rasisme terhadap masyarakat Papua. Polri pun bertindak aksi yang dianggap makar itu.
Selain itu, pemblokiran internet yang terjadi di Papua dan Papua Barat juga masih menjadi berita populer.
Apa saja artikel terpopuler dalam desk Nasional di Kompas.com? Berikut paparannya:
1. Pengibar Bintang Kejora Tersangka Makar
Polisi telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus pengibaran bendera Bintang Kejora. Dua orang itu terjerat Pasal Makar yang diatur dalam KUHP.
Dua orang tersangka itu adalah Anes Tabuni dan Charles Kossay. Menurut polisi, mereka ditangkap pada Jumat (30/8/2019).
Anes merupakan korlap aksi, pembuat undangan aksi, penggerak massa, orang yang menyiapkan bendera, serta orator di atas mobil komando.
Sementara itu, Charles turut memberikan orasi bersama Anes di atas mobil komando.
Penangkapan terhadap pelaku pengibar bendera Bintang Kejora terjadi tak lama setelah Ketua MPR Zulkifli Hasan mengkritik Polri yang dianggap membiarkan aksi pengibaran bendera.
"Ini sejak 15 tahun terakhir, baru kali ini bendera Bintang Kejora berkibar. Tapi tidak ada tindakan serius dari aparat kemanan khususnya TNI-Polri," ujar Zulkifli, Kamis (29/8/2019).
Lalu apa alasan polisi menetapkan tersangka pengibar bendera Bintang Kejora dengan pasal makar?
Baca di artikel berikut: Pengibar Bendera Bintang Kejora Jadi Tersangka Makar, Berawal Sindiran Ketua MPR?
2. Alasan pemblokiran internet di Papua
Pemblokiran internet yang terjadi di Papua dan Papua Barat menuai banyak kecaman. Sebab, pemblokiran menyebabkan komunikasi masyarakat yang berusaha mencari informasi saat kerusuhan terjadi menjadi terganggu.
Masyarakat juga kesulitan mendapatkan kabar akan keluarga dan sanak kerabat yang terjebak kerusuhan di Tanah Papua.
Namun, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan bahwa pembatasan internet dilakukan untuk tujuan yang lebih baik dengan meminimalisasi konten negatif yang dapat memprovokasi massa.
"(Pembatasan internet) memang salah satu, bisa memicu, cuman kalau itu enggak diblokir, tambah lebih parah lagi," ujar Dedi saat ditemui di Pulau Bidadari, Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu (31/8/2019).
Pasalnya, lanjut Dedi, selain dugaan adanya provokasi di lapangan, polisi menduga masyarakat bertindak anarkis karena provokasi dari konten di media sosial.
Aparat kepolisian pun terus melakukan pemetaan atau mapping dan identifikasi terhadap akun-akun yang diduga membuat serta menyebarkan konten hoaks tersebut.
Selengkapnya, baca juga: Polri: Kalau Internet Enggak Diblokir di Papua, Bisa Lebih Parah Lagi...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.