JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (pansel capim KPK) periode 2019-2023 seharusnya tidak mengedepankan para capim dari unsur polisi dan kejaksaan dalam seleksi pencarian pimpinan KPK ini.
Pasalnya, para capim dari unsur tersebut bisa saja dibentuk untuk mengisi sebuah divisi di institusi mereka yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi.
Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan, jika pansel ingin mensinergikan tiga lembaga yakni polisi, KPK, dan kejaksaan untuk pemberantasan korupsi, seharusnya mereka tidak memprioritaskan para capim yang berasal dari kedua instansi tersebut.
Baca juga: Pansel Capim KPK 2019-2023 Dinilai sebagai Pansel Terburuk yang Pernah Ada
"Kalau tidak ada lagi kalangan profesional, ahli hukum, baru kita lirik unsur polisi dan jaksa," kata dia dalam sebuah diskusi Formappi di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Minggu (1/9/2019).
"Jauh lebih baik polisi dan jaksa dioptimalkan untuk pemberantasan di institusinya masing-masing untuk membangun korps kepolisian dalam konteks pemberantasan korupsi," lanjut dia.
Saat ini, terdapat empat orang capim KPK yang berasal dari Polri dan tiga orang dari kejaksaan.
Baca juga: Pengamat: 10 Tahun Terakhir, Pemberantasan Korupsi Cenderung Stagnan
Mereka adalah Irjen Pol Antam Novambar, Brigjen Pol Bambang Sri Herwanto, Firli Bahuri, dan Brigjen Sri Handayani dari kepolisian.
Sementara dari kejaksaan adalah Sugeng Purnomo, Johanis Tanak, dan Jasman Panjaitan.
"Artinya orang-orang ini punya kegeraman terhadap korupsi sehingga mereka ingin masuk ke KPK. Memiliki perspektif soal korupsi, tidak bisa bersahabat dengan korupsi. Kalau mereka masuk ke institusi KPK, di polisinya siapa lagi yang punya sense seperti mereka untuk berantas korupsi?" kata dia.
Baca juga: Pansel KPK Dinilai Transparan, Kalla: Tak Semua Pendapat Mesti Diikuti
Oleh karena itu, menurutnya, orang-orang penegak hukum yang memiliki perhatian terhadap korupsi harus diwadahi di institusinya masing-masing untuk menjadi tim pemberantasan korupsi.
Dengan demikian, ketiga institusi, yakni polisi, kejaksaan, dan KPK bisa belerja sinergis untuk memberantas korupsi.
"Bukan dengan melempar mereka ke KPK. Presiden sebagai pemegang kuasa terhadap tiga institusi ini tinggal memerintahkan bentuk tim divisi khusus anti korupsi," terang dia.
Baca juga: 500 Pegawai KPK Tolak Irjen Firli, Pansel: Kami Fokus Rapat Hasil Wawancara
Sebab, berbondong-bondongnya para polisi dan jaksa aktif di bursa capim KPK ini juga menjadi kritik terhadap institusi masing-masing karena mereka tak optimal dalam pemberantasan korupsi.
"Jadi gairahnya (berantas korupsi) tinggi tapi institusi tidak mendukung. Ujung-ujungnya cari institusi lain, KPK. Kejaksaan dan polisi harusnya lihat ini jadi kritik terhadap mereka," kata Ray.
"Jangan dianggap prestasi. Ini sindiran kuat bahwa selama ini di institusi mereka orang-orang yang semangat kuat pemberantasan korupsi tidak difasilitasi," tutup Ray.