Setelah Jokowi mengumumkan pemindahan ibu kota baru, esok harinya langsung viral iklan satu halaman penuh full color Borneo Bay City di harian Kompas edisi Selasa (27/8/2019).
Dalam iklan tersebut, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) memasarkan apartemen dengan embel-embel "investasi terbaik di ibu kota negara".
Iklan tersebut mengundang tanda tanya, apakah pengembang itu mendapat bocoran sebelumnya dari pemerimtah? Lantas muncul tudingan adanya kongkalingkong pemerintah dan swasta dalam penentuan lokasi ibu kota baru.
Baca juga: Ibu Kota Baru, di Tengah Isu Deal Politik dan Kongkalingkong Swasta
Bambang Brodjonegoro pun membantah hal tersebut. “Jangan nuduh kita (pemerintah) bermain dengan (pengembang) properti, sama sekali enggak,” ujar Bambang.
Bambang mengaku pernah melakukan focus group discussion dengan Real Estate Indonesia (Indonesia) terkait pemindahan ibu kota. Namun, saat itu pemerintah belum memberi tahu lokasi spesifiknya.
“Kita hanya pernah FGD dengan REI, tapi saat itu tiga lokasi yang kita diskusikan,” kata Bambang.
4. Membebani APBN
Begitu isu pemindahan ibu kota mencuat, banyak yang mempertanyakan sumber anggarannya.
Jika memakai APBN, bayangkan berapa besar yang harus dikeluarkan. Pemerintah memperkirakan alokasi anggarannya sebesar Rp 485,2 triliun.
Sementara itu, defisit keuangan negara masih membayangi. Pemerintah pun dianggap terlalu boros.
Bambang memastikan pembangunan ibu kota baru hanya sedikit sekali ditopang APBN. Skemanya dibagi-bagi dengan pendanaan melalui KPBU dan swasta.
Adapun porsinya ialah 19,2 persen atau Rp 93,5 triliun dibiayai APBN. Sementara itu, dari skema KPBU, porsinya 54,6 persen atau Rp 265,2 triliun.
Baca juga: Gerindra: Biaya Bangun Ibu Kota Harus dari 100 Persen dari APBN
Dengan kerja sama swasta, porsinya 26,2 persen atau 127,3 triliun. "Kita mau ada pemanfaatan pengelolaan barang milik negara dan daerah," kata Bambang.
Selain itu, pemerintah akan mengundang sebanyak-banyaknya investor untuk menyuntikkan uangnya ke proyek ini.
"Yang masuk investor dalam kebanyakan. Dan mungkin dari luar kita undang. Terbuka," kata Bambang.
"Tapi belum sekarang, baru kita undang tahun 2020," ucap dia.
5. Disebut deal politik dengan Prabowo
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo membenarkan, ada lahan milik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Kalimantan Timur yang masuk ke dalam wilayah ibu kota baru negara.
"Saya sudah lihat polemik tentang lahan (Prabowo di Kaltim). Memang kita (Prabowo) punya lahan (di sana). Apa gara-gara ada lahan itu jadi salah? Kan enggak juga. Saya pikir kita tidak akan pernah menanggapi itu karena lahan itu sudah ada sebelum ada rencana pemindahan ibu kota," ujar Edhy.
Kemudian, aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur Pradarma Rupang mengungkap adanya deal politik di balik pemindahan ibu kota negara.
"Pemindahan ibu kota ini tidak lebih dari kompensasi politik atau bagi-bagi proyek pasca-pilpres," ujar Rupang.
Ia menyebut, sebagian besar lahan di Kabupaten Penajam Paser Utara, khususnya di Kecamatan Sepaku, dikuasai oleh PT ITCI Hutani Manunggal IKU dan ITCI Kartika Utama.
Kedua perusahaan pemegang hak penguasaan hutan (HPH) tersebut diketahui merupakan milik Prabowo dan adiknya, Hashim Djojohadikusumo sebagai komisaris utama.
Baca juga: Polemik Pemindahan Ibu Kota, soal Regulasi hingga Dugaan Deal Politik Jokowi-Prabowo
Artinya, pemindahan ibu kota ke wilayah tersebut dipastikan akan memberikan keuntungan bagi Prabowo dan keluarga.
Pihak Istana pun membantah ada deal politik antara Presiden Jokowi dan lawan politiknya pada Pilpres 2019, Prabowo Subianto dalam hal pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur.