JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi Partai Golkar di DPR RI Zainudin Amali menegaskan, partainya tetap berpegang pada Undang-undang nomor 2 Tahun 2018 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) di mana tertulis jumlah pimpinan MPR RI adalah lima orang.
Pernyataan ini menanggapi wacana merevisi UU MD3 demi menambah jumlah kursi pimpinan MPR RI menjadi 10 orang.
"Ini undang-undang (MD3) kan belum dijalankan ya, yang revisi nomor 2 tahun 2018. Ini baru berlaku untuk ke posisi pimpinan kan di awal Oktober ini, masa belum kita lakukan kemudian kita revisi?," kata Zainudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jum'at (30/8/2019).
Baca juga: PKB Janji Tidak Aktif Mendorong Penambahan Kursi MPR
Zainudin menyarankan, UU MD3 yang baru direvisi itu dijalankan terlebih dahulu. Apabila dibutuhkan, revisi UU MD3 bisa dilakukan di tengah masa jabatan pimpinan MPR periode 2019-2024 mendatang.
"Ya bisa saja (revisi UU MD3). Tapi intinya bukan sekarang. Kalau sekarang, jalankan MD3 yang ada. Makanya kita sudah komit. Karena itu bukan hanya pimpinan MPR, bisa merembet ke mana-mana kalau ada revisi itu," lanjut dia.
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menuturkan bahwa pihaknya telah menyiapkan draf revisi UU MD3.
Baca juga: Wapres Sebut Wacana Penambahan Kursi Pimpinan MPR Jadi 10 Berlebihan
Menurut Supratman, rencana revisi UU MD3 merupakan keputusan dari Mahkamah Kehormatan Dewan ( MKD).
"Jadi ini ada putusan Mahkamah Kehormatan Dewan yang memerintahkan untuk dilakukan revisi. Sehingga mau tidak mau saya harus menjalankan itu," ujar Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2019)
Supratman mengatakan, di dalam draf revisi UU MD3 yang sudah disiapkan, hanya ada satu pasal yang diubah.
Perubahan pasal itu terkait penambahan jumlah pimpinan MPR periode 2019-2024, yakni 1 orang ketua dan 9 orang wakil ketua.
Draf itu rencananya baru akan dibahas oleh seluruh fraksi dalam rapat Baleg pada Senin (2/9/2019) mendatang.