JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal and Justice System (ICJR) Erasmus Napitupulu meminta agar ketentuan pasal tindak pidana terhadap agama dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dihapuskan.
Menurut Erasmus, ketentuan penghinaan terhadap agama dalam draf RKUHP saat ini multitafsir.
"Pasal itu bersifat karet makanya kita minta dihapus," ujar Erasmus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (29/8/2019).
Baca juga: DPR Terbuka Soal Penghilangan Kata Penghinaan Agama dalam RUU KUHP
Dalam Pasal 304 draf RKUHP, setiap orang di muka umum yang menyatakan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Erasmus mengatakan, jika pasal tersebut tetap dicantumkan, sejumlah frasa harus diperjelas agar tidak menjadi multitafsir.
Misalnya terkait frasa "Perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama" dan "di muka umum".
Hal ini, kata erasmus, mengacu pada ketentuan tindak pidana penodaan agama dalam Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
Baca juga: Rumusan Pasal Pidana Terhadap Agama dalam RUU KUHP Masih Dapat Berubah
Bahkan, menurut Erasmus, substansi tindak pidana dalam PNPS diatur secara lebih jelas ketimbang dalam draf RKUHP.
"Rekomendasi kedua, kita minta itu dikembalikan ke (KUHP) yang lama tapi dengan syaratnya pasal itu diperjelas. Penjelasannya diambil dari UU PNPS 1965. Aturan di PNPS itu kan sebenarnya ketat ya," kata Erasmus.
"Harus diperjelas unsurnya. Jadi yang dimaksud permusuhan itu apa, yang dimaksud sengaja di depan umum itu seperti apa. Lalu yang dimaksud dengan menghina itu apa," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.