Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Korban Tewas di Deiyai, Kapolri: Kami Tak Pernah Gunakan Panah

Kompas.com - 29/08/2019, 13:32 WIB
Devina Halim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menegaskan pihak TNI-Polri tidak pernah menggunakan panah, termasuk saat menjaga aksi unjuk rasa yang berujung ricuh di wilayah Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019).

Tito menduga panah yang mengakibatkan seorang warga meninggal berasal dari kelompok penyerang.

"TNI-Polri tidak pernah gunakan panah. Panah ini berasal dari belakang, dari kelompok penyerang sendiri, sehingga kami duga dia meninggal karena terkena panah dari penyerang sendiri," kata Tito di Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (29/8/2019).

Baca juga: 2 Warga Sipil Tewas karena Luka Tembak dan Kena Anak Panah di Deiyai

Menurut Tito, panah dapat mengenai orang di sekitar pemanah jika tarikannya tidak maksimal.

"Panah itu kan kadang-kadang bisa 100 meter, kadang-kadang kalau kurang tarikannya, kenanya 50 meter, kena kawan," ungkapnya.

Tak hanya masyarakat sipil yang terkena panah, aparat keamanan juga menjadi korban. Bahkan, salah satu anggota TNI bernama Serda Rikson meninggal akibat dibacok dan terkena anak panah.

Tito menuturkan, Rikson gugur saat menjaga kendaraan yang berisi senjata. Penyerang merampas senjata di kendaraan yang dijaga Rikson.

"Ada rekan kami satu anggota TNI yang gugur. Gugur dia sedang menjaga kendaraan, menjaga senjata yang disimpan dalam kendaraan, kemudian dilukai dan akhirnya dibacok dengan panah, gugur. Senjatanya dirampas," tutur Tito.

Kemudian, sebanyak 2 personel TNI dan 3 anggota Polri terluka akibat terkena anak panah.

Peristiwa itu bermula dari aksi unjuk rasa yang diikuti sekitar 150 orang di halaman Kantor Bupati Deiyai, Papua, Rabu.

Unjuk rasa tersebut memprotes tindakan diskriminatif dan lontaran kalimat rasis terhadap mahasiswa Papua di asrama di Surabaya, Jawa Timur.

Massa yang berunjuk rasa meminta bupati menandatangani perjanjian referendum.

Namun, saat aparat bernegosiasi dengan massa, ribuan orang datang dari berbagai penjuru dengan membawa senjata tajam dan panah.

Baca juga: 5 Personel TNI-Polri yang Terluka di Deiyai Dievakuasi ke Mimika

Kelompok itu datang sambil menari tarian adat perang. Kemudian, massa yang baru datang menyerang serta memprovokasi aparat TNI dan Polri yang sedang berjaga.

Menurut dugaan polisi, kelompok penyerang yang menyusup massa aksi diduga kelompok kriminal bersenjata (KKB).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com