Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Jadwalkan Pengesahan RKUHP pada 24 September 2019

Kompas.com - 28/08/2019, 11:21 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadwalkan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang. Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).

Sekjen DPR Indra Iskandar mengatakan, saat ini draf RKUHP telah memasuki tahap finalisasi sebelum pengesahan di Rapat Paripurna.

"RKUHP itu malah sudah difinalisasi nanti di tanggal 24 september itu salah satu (RUU) yang sudah bisa diketok," ujar Indra saat ditemui di ruang kerjanya, gedung Sekretariat Jenderal DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Baca juga: Ketentuan yang Dipertahankan di RKUHP, Termasuk Hukuman Mati dan Penghinaan Presiden

Sebelumnya, pada bulan Juli lalu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik menyebut ada tujuh isu yang belum disepakati dalam pembahasan RKUHP.

Menurut Erma, pasal mengenai penerapan hukuman mati masih menjadi salah satu isu yang menjadi perdebatan.

Ada pula mengenai ketentuan mengenai penerapan hukum adat yang diatur dalam Pasal 2 RUU KUHP.

Baca juga: 4 Perubahan Signifikan di RKUHP

Berdasarkan draf RKUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, Pasal 2 menyatakan, hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam undang-undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Erma mengatakan, dalam tim Panja Pemerintah sendiri masih terjadi perdebatan apakah pasal mengenai penerapan hukum yang berlaku dalam masyarakat atau hukum adat perlu diatur dalam RKUHP.

Baca juga: Hal Baru di RKUHP, Hormati Hukum Adat hingga Hakim Bisa Memberi Maaf

Perdebatan juga terjadi soal bagaimana mengukur penerapan hukum adat agar tidak menimbulkan konflik.

"Tujuh pending issue itu nanti dibawa ke panja (panitia kerja). Panjanya belum sepakat. Tunggu pemerintah juga, jadi saling menunggu," ujar Erma saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Adapun tujuh isu tersebut adalah:

1. Hukum yang Hidup di Masyarakat (Hukum Adat)

2. Pidana Mati

3. Penghinaan terhadap Presiden

4. Tindak Pidana Kesusilaan

5. Tindak Pidana Khusus, mencakup tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia, tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana narkotika.

6. Ketentuan Peralihan

7. Ketentuan Penutup

Kompas TV Prostitusi <em>online</em> yang menjerat beberapa selebritas membuat polemik di tengah masyarakat. Gemuruh menyuarakan pidana bagi pekerja dan pengguna jasa prostitusi menyeruak. Kini aturan pun terus digogok pemerintah. Akankah pelaku dan pengguna jasa prostitusi online dipidanakan? Berikut liputannya untuk anda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com