Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto Ajukan PK Kasus E-KTP, Hari Ini Sidang Perdana di PN Jakpus

Kompas.com - 28/08/2019, 10:02 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terpidana kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).

Informasi itu dibenarkan oleh pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail.

"Betul, kita mulai sidang hari ini. (Alasannya) ya pertama karena ada novum. Kedua kita melihat ada pertentangan putusan dengan yang lain, ketiga ada kekhilafan hakim. Jadi tiga hal yang disebut undang-undang terpenuhi menurut hemat kami. Ketiganya terpenuhi. Sehingga kita ajukan permohonan PK," kata Maqdir saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (28/8/2019).

Baca juga: Menkumham: Setya Novanto Sudah Betul-betul Bertobat

Maqdir berharap kliennya bisa dibebaskan dengan menempuh upaya PK ini.

"(Harapannya) bebaslah, kita menyatakan bahwa dakwaan itu tidak terbukti dan dakwaan yang dianggap terbukti itu dakwaan yang salah," ungkap dia.

Kendati demikian, Maqdir enggan menjelaskan secara rinci poin-poin permohonan PK Novanto.

"Nanti, kan belum dibacain (di hadapan majelis hakim)," katanya.

Baca juga: Empat Orang Dicegah ke Luar Negeri Terkait Kasus E-KTP

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah juga membenarkan informasi tersebut.

Jaksa KPK akan memenuhi panggilan pengadilan untuk menghadiri persidangan PK Novanto.

"Sidang diagendakan pukul 10 pagi ini di PN Jakarta Pusat dengan agenda pembacaan permohonan PK," ujar Febri dalam keterangan tertulis, Rabu (28/8/2019).

Novanto sebelumnya dianggap terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Baca juga: Markus Nari Didakwa Merintangi Proses Peradilan Kasus Korupsi E-KTP

Mantan Ketua DPR ini divonis 15 tahun penjara dan membayar denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.

Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik. Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Apabila uang tersebut tidak dibayar setelah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita atau dilelang.

Baca juga: Markus Nari Didakwa Perkaya Diri 1,4 Juta Dollar AS dalam Proyek E-KTP

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan, yakni mencabut hak politik Novanto selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana.

Majelis hakim sepakat dengan jaksa KPK perihal penolakan permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Setya Novanto.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengumumkan tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, Selasa (13/8/2019) sore. Menurut Febri, tersangka baru kasus ini ada yang berasal dari unsur penyelenggara negara dan swasta. Sebelumnya, KPK sudah memproses delapan orang dalam kasus dengan dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun itu. Beberapa nama di antaranya adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Kemudian, pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Semuanya telah diproses di persidangan dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan melakukan tindak pidana korupsi. Terakhir, adalah mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari. Ia merupakan tersangka ke-8 yang rencananya segera menjalani persidangan. KPK tetapkan 4 orang tersangka baru pada kasus korupsi KTP Elektronik yaitu Miriam S Haryani, Isnu Edhi Wijaya, H-S-F dan Paulus Tannos. Miriam S Haryani adalah seorang anggota DPR Republik Indonesia tahun 2014-2019 sedangkan Isnu Edhi Wijaya adalah Direktur Utama Peruri serta Ketua Konsorsium PNRI. #KorupsiKTPElektronik #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com