JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil mendesak DPR segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan mengesahkannya.
Pasalnya, RUU ini sudah dibahas cukup lama, terhitung sejak tahun 2017.
"Kalau soal urgensi, semakin cepat semakin baik. Kita (pembahasan RUU PKS) ini sudah terlalu lama," kata Koordinator Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan Ratna Batara Munti saat konferensi pers di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Pesimistis DPR Rampungkan RUU PKS Tahun Ini
Ratna mengatakan, RUU PKS ini menjadi urgen lantaran dari tahun ke tahun angka kekerasan seksual semakin meningkat.
RUU KUHP pun dinilai tidak akan cukup menyelesaikan kasus kekerasan seksual, meskipun memuat pasal tentang pemidanaan perkosaan, pencabulan, dan perzinaan.
"RUU KUHP itu jelas tidak mengatur pemulihan korban, tidak mengatur korban itu harus didampingi oleh psikolog, tidak mengatur soal pencegahan," ujar Ratna.
Baca juga: Banyak Legislator Tak Hadir dalam Rapt, DPR Dinilai Tak Serius Bahas RUU PKS
"Itulah kenapa kita berkepentingan dengan adanya RUU PKS ini. Karena memang dia RUU khusus yang mengatur dari hulu ke hilir secara komprehensif dalam bentuk penanggulangan kekerasan seksual," sambungnya.
Ratna mengatakan, jika RUU PKS tak segera diselesaikan, dikhawatirkan akan semakin banyak korban-korban kekerasan seksual yang tidak mendapat keadilan hukum.
Tanpa adanya RUU ini, bukan tidak mungkin kasus serupa yang dialami Baiq Nuril ataupun Rizki Amelia yang dilecehkan oleh atasannya kembali terulang.