Dalam ilmu kedokteran, kebiri adalah tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan dorongan seksual dengan cara menghentikan fungsi testis (pada pria) sebagai penghasil hormon testosteron yang menimbulkan gairah seksual.
Tindakan ini bisa dilakukan melalui pembedahan dengan mengangkat testis (kebiri permanen) atau penyuntikkan bahan kimia (kebiri kimiawi) yang efeknya bersifat sementara.
Baca juga: Seperti Apa Kebiri Kimia?
Hukuman kebiri kimiawi bagi pelaku kekerasan seksual tertuang dalam Pasal 81 dan 81A UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Undang-undang ini merupakan pengesahan atas Perppu yang diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 25 Mei 2016.
Saat itu, Perppu diterbitkan Presiden Jokowi sebagai respons atas menguatnya tuntutan pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual, di dalamnya termasuk pengebirian, menyusul kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang dilakukan 14 orang terhadap seorang siswi SMP berusia 14 tahun di Bengkulu.
Perppu tersebut memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan seksual, yaitu hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal penjara 20 tahun dan minimal 10 tahun.
Selain itu, Perppu juga menyebutkan tiga hukuman tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengungkapan identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik.
Berdasarkan Pasal 81 A UU No 17/2016, pelaksanaan hukuman kebiri kimiawi dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani hukuman pokok.
Pelaksanaan hukuman ini harus diawasi secara berkala oleh kementerian di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
Gelagapannya pelaksanaan hukuman kebiri kimia boleh jadi karena belum adanya peraturan teknis meskipun undang-undang yang mengatur hukuman ini telah disahkan sejak 2016 lalu.
Pemerintah saat ini tengah menyusun peraturan pemerintah (PP) yang akan menjadi peraturan teknis hukuman kebiri.
Deputi Perlindungan Anak Kementerian PPA, Nahar, mengatakan pihaknya sedang melakukan tahap harmonisasi yang melibatkan Kemenkes dan Kemensos.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.