JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) I Nyoman Wara mengakui bahwa dia sedang digugat secara perdata terkait kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pengakuan I Nyoman Wara disampaikan ketika menjawab pertanyaan salah satu Anggota Panitia Seleksi (Pansel) KPK Al Araf dalam seleksi wawancara dan uji publik capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (27/8/2019).
"Apa betul Bapak sedang digugat perdata terkait kasus BLBI?" tanya Al Araf.
"Betul. Terkait penghitungan kerugian negara BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia)," jawab Nyoman.
Baca juga: Diminta Mundur dari Panelis Seleksi Capim KPK, Luhut Pangaribuan: Tak Ada Konflik Kepentingan
"Melawan hukum?" lanjut Araf.
"Iya betul," jawab Nyoman lagi.
Nyoman diketahui tengah digugat secara perdata oleh obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim.
Pada 2017, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diminta KPK melakukan penghitungan kerugian negara kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Saat itu, Nyoman bertindak sebagai salah satu auditor yang hasil auditnya digugat oleh Sjamsul Nursalim.
Nyoman yang merupakan auditor utama BPK ini kemudian diminta menceritakan hal tersebut lebih rinci.
Nyoman mengatakan, dia tidak bisa melarang siapapun yang menuntut dia. Namun yang pasti, dia mengaku telah bekerja sesuai dengan standar yang berlaku terkait audit yang dilakukannya.
"Pertama, kami tidak melakukan konfirmasi kepada terperiksa. Jawaban saya untuk memperhitungkan kerugian negara adalah pemeriksaan investigatif," kata dia.
Baca juga: Uji Publik Hari Pertama Rampung, Pansel Evaluasi Jawaban 7 Capim KPK
Menurut dia, untuk pemeriksaan investigatif, BPK tidak perlu meminta tanggapan terperiksa. Ia juga menyebutkan, dalam hal ini BPK mendapatkan bukti dari penyidik KPK dan hal tersebut diperbolehkan.
"Kami dibilang hanya pakai data dari KPK. Betul, bahwa kami dapat bukti-bukti audit melalui penyidik dan itu diatur secara jelas dalam peraturan BPK terkait pemeriksaan investigatif. Seluruh bukti diperoleh melalui penyidik," ucap Nyoman.
Ia mengatakan, kata 'melalui penyidik' yang dimaksud bukan berarti yang menentukan kecukupan bukti tersebut adalah penyidik, tetapi tetap dari pemeriksa.
Dengan demikian, kata dia, jika pemeriksa masih kekurangan bukti, sedianya bisa terus meminta kepada penyidik sehingga pemeriksa tidak didikte oleh penyidik.
Dari hasil audit yang dilakukan Nyoman, terdapat kerugian negara sejumlah Rp 4,53 triliun dalam kasus BLBI.
Namun, dalam audit BPK lainnya pada tahun 2002 dan 2006 tidak terdapat kerugian negara atas penerbitan SKL BLBI kepada BDNI.
Baca juga: Pansel Capim KPK Terus Dikritik, Yenti Garnasih: Kalau Dibilang Sakit Hati, Ya Sakit
Nyoman mengatakan, perbedaan tersebut dikarenakan pada 2002 dan 2006 BPK melakukan audit kinerja. Sementara itu, pada 2017, audit yang dilakukan olehnya merupakan audit investigasi.
"Laporannya sekarang jelas berbeda karena setiap audit sesuai tujuannya. Dulu audit kinerja. Investigatif tapi bukan menghitung kerugian negara. Jadi jelas berbeda," kata dia.
Adapun gugatan terhadap Nyoman ini telah terdaftar dengan nomor perkara 144/Pdt.G/2019/PN.
Dalam situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri (PN) Tangerang yang memuat daftat gugatan tersebut, disebutkan bahwa pihak penggugat merupakan Sjamsul dengan kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, sedangkan tergugat atas nama I Nyoman Wara dan BPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.