Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi VIII: Kalau untuk Efek Jera, Nggak Mungkin Hanya dengan Kebiri

Kompas.com - 27/08/2019, 13:20 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, sanksi pidana kebiri kimia memang dapat diterapkan terhadap pelaku kejahatan seksual. Terutama pada kasus-kasus yang menyangkut anak-anak sebagai korbannya.

Namun, Marwan tak sepakat jika hukuman kebiri kimia menjadi satu-satunya upaya pemerintah dalam menciptakan efek jera bagi para pelaku.

"Jadi kalau aspek untuk jera hanya melalui kebiri, enggak mungkin," ujar Marwan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Baca juga: Kalau Sudah Dilaksanakan, Kebiri Kimia Harus Dievaluasi Efektif Turunkan Angka Kejahatan atau Tidak

Menurut Marwan, pemerintah tidak dapat mengandalkan penerapan sanksi kebiri kimia untuk menekan tingginya angka kejahatan seksual terhadap anak.

Ia mengatakan, pemerintah perlu memikirkan sejumlah aspek terkait upaya pencegahan, misalnya melalui pendidikan.

"Kalau untuk efek jeranya ini kita butuh pendidikan, kita butuh pendekatan. Tak bisa serta merta orang dikebiri, bisa ketakutan semua, enggak bisa, enggak bisa mengandalkan itu," kata Marwan.

"Jadi harus ada pendekatan pendidikan, ada pendekatan dalam upaya perbaikan sosial," ucap politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).

Baca juga: Putuskan Kebiri Kimia Pemerkosa 9 Anak, Hakim Sebut Tidak Langgar HAM

Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis hukuman kebiri terhadap Muhammad Aris bin Syukur (20). Aris merupakan terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap sembilan orang anak.

Pemberatan hukuman berupa pengumuman identitas pelaku, dan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik diatur dalam Pasal 81 ayat (6) dan (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1 Tahun 2016 yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyatakan mendukung putusan tersebut.

Baca juga: Fakta di Balik Vonis Kebiri di Mojokerto, Dua Berkas Perkara hingga Eksekusi Akan Dilakukan

Menurut Yohana, hukuman kebiri merupakan salah satu upaya untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual.

“Ini adalah hukuman tambahan yang diberlakukan setelah hukuman pokok dilaksanakan, sehingga efek dari hukuman tambahan akan bisa kita lihat setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokok. Namun, ini salah satu upaya untuk memberikan efek jera kepada para predator anak," ujar Yohana melalui keterangan tertulisnya, Senin (26/8/2019).

Yohana mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa.

Baca juga: Kejagung soal Kebiri Kimia: Ini Kan Melaksanakan Putusan Sesuai UU...

Sehingga, diperlukan pemberatan hukuman di mana pelakunya dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

"Kementerian PPPA tidak mentoleransi segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak," kata Yohana.

Kendati demikian, penerapan hukuman kebiri kimia menimbulkan kontra di kalangan organisasi masyarakat sipil.

Baca juga: Kebiri Dianggap Langgar HAM, Kejagung: Lihatlah dari Sisi Korban

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menilai bahwa penambahan ancaman pidana bagi pelaku kekerasan seksual menjadi indikasi lemahnya pemerintah menekan angka kejahatan.

Koordinator Reformasi Sistem Peradilan Pidana MaPPI FHUI, Anugerah Rizki Akbari, mengatakan, pencegahan kekerasan seksual secara komprehensif tidak cukup dengan menambah ancaman pidana.

Rizky mengatakan, kebijakan menambah ancaman pidana selalu jadi kebijakan populis di berbagai negara.

Akan tetapi, tidak menjawab dan menyelesaikan akar permasalahan terjadinya suatu tindak pidana.

Efek jera yang selalu didengung-dengungkan sebagai alasan memperberat pidana dianggap tak didasarkan pada data yang jelas, valid, dan bisa dipertanggungjawabkan.

Kompas TV Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto menorehkan sejarah dalam penegakan hukum tanah air. Untuk pertama kalinya hukuman kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual dijatuhkan kepada Muhammad Aris. Aris ditangkap Kepolisian Mojokerto Jawa Timur pada Oktober 2018 lalu karena menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap sembilan orang anak di bawah umur sejak tahun 2015. Hukuman kebiri kimia yang ditambahkan majelis hakim selain putusan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider kurungan 6 bulan pada terpidana Aris sudah inkrah. Pasalnya putusan ini justru dikuatkan Pengadilan Tinggi Jawa Timur setelah terpidana mengajukan banding. Hukuman kebiri kimiawi ini diakomodasi setelah Mei 2016 silam Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Kebiri kimiawi dilakukan dengan memasukkan zat anti androgen atau hormon testosteron untuk menekan dorongan seksual. Efeknya bisa mengalami kemandulan tetapi bersifat sementara. Hukuman sudah dijatuhkan pengadilan tetapi Ikatan Dokter Indonesia keberatan jika dokter menjadi eksekutor hukuman ini. Pasalnya kebiri kimiawi bisa menimbulkan banyak efek samping terhadap tubuh dan secara etika itu bertentangan dengan sumpah profesi dokter. Peraturan tata laksana dan petunjuk teknis hukuman kebiri kimiawi ini juga masih disusun. Namun menyikapi keberatan Ikatan Dokter Indonesia Kejaksaan Negeri Mojokerto akan berkoordinasi dengan IDI dan ikatan tenaga medis lain untuk mencari siapa yang paling tepat menjadi eksekutor hukuman ini. Meski diapresiasi banyak pihak hukuman kebiri kimiawi juga dipandang tidak bisa serta merta menjadi solusi untuk menekan predator anak. Pasalnya kebiri kimiawi tidak dilakukan secara sukarela oleh terpidana melainkan sebagai hukuman hingga belum tentu menjadi efek jera. Kejaksaan Tinggi Jawa Timur kini tengah menyusun petunjuk teknis eksekusi kebiri kimiawi terhadap terpidana pemerkosa 9 anak Muhammad Aris termasuk mencari rumah sakit yang mampu menjalani prosedur medisnya. #KebiriKimiawi #PredatorAnak #MuhammadAris
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com