JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, sanksi pidana kebiri kimia memang dapat diterapkan terhadap pelaku kejahatan seksual. Terutama pada kasus-kasus yang menyangkut anak-anak sebagai korbannya.
Namun, Marwan tak sepakat jika hukuman kebiri kimia menjadi satu-satunya upaya pemerintah dalam menciptakan efek jera bagi para pelaku.
"Jadi kalau aspek untuk jera hanya melalui kebiri, enggak mungkin," ujar Marwan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/8/2019).
Baca juga: Kalau Sudah Dilaksanakan, Kebiri Kimia Harus Dievaluasi Efektif Turunkan Angka Kejahatan atau Tidak
Menurut Marwan, pemerintah tidak dapat mengandalkan penerapan sanksi kebiri kimia untuk menekan tingginya angka kejahatan seksual terhadap anak.
Ia mengatakan, pemerintah perlu memikirkan sejumlah aspek terkait upaya pencegahan, misalnya melalui pendidikan.
"Kalau untuk efek jeranya ini kita butuh pendidikan, kita butuh pendekatan. Tak bisa serta merta orang dikebiri, bisa ketakutan semua, enggak bisa, enggak bisa mengandalkan itu," kata Marwan.
"Jadi harus ada pendekatan pendidikan, ada pendekatan dalam upaya perbaikan sosial," ucap politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Baca juga: Putuskan Kebiri Kimia Pemerkosa 9 Anak, Hakim Sebut Tidak Langgar HAM
Diberitakan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menjatuhkan vonis hukuman kebiri terhadap Muhammad Aris bin Syukur (20). Aris merupakan terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap sembilan orang anak.
Pemberatan hukuman berupa pengumuman identitas pelaku, dan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik diatur dalam Pasal 81 ayat (6) dan (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1 Tahun 2016 yang kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menyatakan mendukung putusan tersebut.
Baca juga: Fakta di Balik Vonis Kebiri di Mojokerto, Dua Berkas Perkara hingga Eksekusi Akan Dilakukan
Menurut Yohana, hukuman kebiri merupakan salah satu upaya untuk memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual.
“Ini adalah hukuman tambahan yang diberlakukan setelah hukuman pokok dilaksanakan, sehingga efek dari hukuman tambahan akan bisa kita lihat setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokok. Namun, ini salah satu upaya untuk memberikan efek jera kepada para predator anak," ujar Yohana melalui keterangan tertulisnya, Senin (26/8/2019).
Yohana mengatakan, Presiden Joko Widodo telah menyatakan bahwa kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa.
Baca juga: Kejagung soal Kebiri Kimia: Ini Kan Melaksanakan Putusan Sesuai UU...
Sehingga, diperlukan pemberatan hukuman di mana pelakunya dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
"Kementerian PPPA tidak mentoleransi segala bentuk kekerasan dan kejahatan seksual terhadap anak," kata Yohana.
Kendati demikian, penerapan hukuman kebiri kimia menimbulkan kontra di kalangan organisasi masyarakat sipil.
Baca juga: Kebiri Dianggap Langgar HAM, Kejagung: Lihatlah dari Sisi Korban
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) menilai bahwa penambahan ancaman pidana bagi pelaku kekerasan seksual menjadi indikasi lemahnya pemerintah menekan angka kejahatan.
Koordinator Reformasi Sistem Peradilan Pidana MaPPI FHUI, Anugerah Rizki Akbari, mengatakan, pencegahan kekerasan seksual secara komprehensif tidak cukup dengan menambah ancaman pidana.
Rizky mengatakan, kebijakan menambah ancaman pidana selalu jadi kebijakan populis di berbagai negara.
Akan tetapi, tidak menjawab dan menyelesaikan akar permasalahan terjadinya suatu tindak pidana.
Efek jera yang selalu didengung-dengungkan sebagai alasan memperberat pidana dianggap tak didasarkan pada data yang jelas, valid, dan bisa dipertanggungjawabkan.