JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerimtah diminta membangun sistem transportasi yang ramah lingkungan dan mudah diakses di ibu kota baru di Kalimantan Timur.
Menurut Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno, Kaltim punya ketersediaan infrastruktur transportasi pendukung yang lebih unggul daripada Kalimantan Tengah dan Selatan.
"Ibu kota negara baru harus disertai dukungan pengembangan layanan transportasi modern yang ramah lingkungan," ujar Djoko dalam keterangan tertulis, Selasa (27/8/2019).
Baca juga: Tanpa Interupsi, Surat Jokowi soal Pemindahan Ibu Kota Dibacakan di Rapat Paripurna DPR
Hal ini disebabkan wilayah Kaltim yang berbeda dengan Jakarta, di mana kondisinya jauh lebih asri. Masih banyak terdapat hutan meski tak sedikit pula area tambangnya.
Oleh karena itu, keasrian tersebut harus dijaga dengan sistem transportasi yang tak menimbulkan banyak polusi.
Nilai tambah Kalimantan Timur adalah memiliki dua bandara, yakni Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan dan Bandara Aji Pangeran Tumenggung Pranoto di Samarinda.
Baca juga: Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur, Bagaimana Sinyal Selulernya?
Selain itu, juga tersedia Pelabuhan Semayang di Balikpapan dan Pelabuhan Samarinda di tepi Sungai Mahakam.
Namun, diakui Djoko, transportasi umum di kedua kota itu tidak sebaik di Jakarta.
Oleh karena itu, untuk tahap awal, sedianya sudah tersedia jaringan layanan transportasi umum berbasis jalan, seperti bus umum.
Menurut Djoko, tidak perlu lajur khusus, seperti busway, cukup jalur bus biasa.
Baca juga: Ibu Kota Baru dan Upaya Cegah Spekulan Tanah di Kalimantan Timur...
Berikutnya, secara bertahap dirancang dan dibangun transportasi umum berbasis jalan rel, dengan pilihan trem, kereta gantung, O-Bhan, kereta ringan atau mass rapid transport (MRT).
Djoko mengatakan, di ibu kota baru dapat dibangun sistem jaringan transportasi yang terintegrasi antara perencanaan tata ruang dengan perencanaan transportasi.
"Pembangunan transportasi sudah harus berorientasi pada kebutuhan manusia. Tidak lagi berfokus kepentingan mobilitas kendaraan pribadi, seperti yang selama ini berlangsung," kata Djoko.
Baca juga: Ibu Kota Baru di Kaltim, Menkominfo Sebut Perlu Palapa Ring Khusus Kalimantan
Artinya, lanjut dia, pilihan prioritas harus diberikan bagi pejalan kaki, pesepeda dan angkutan umum.
Fasilitas untuk kendaraan tidak bermotor seperti pedestrian untuk pejalan kaki dan jalur pesepeda harus lebar dan dilindungi pohon peneduh.
Kendaraan bermotor listrik juga dapat didorong untuk menjadi kendaraan wajib di ibu kota baru.
Baca juga: Kemendagri Siapkan Desain Pemerintahan Ibu Kota Baru
Djoko juga mendorong para pejabat negara yang pindah ke ibu kota baru untuk meminimalisir penggunaan kendaraan dinas.
Pejabat negara dapat menggunakan kendaraan dinas hanya keluar ibu kota untuk kegiatan kunjungan ke daerah.
Jika hanya perjalanan masih di dalam komplek perkantoran lembaga negara, diupayakan memakai transportasi umum yang ada.
Baca juga: Media Internasional Ulas Kekhawatiran jika Ibu Kota Indonesia Pindah ke Kalimantan Timur
"Sarana transportasi umum benar-benar diciptakan nyaman melayani semua orang tidak terkecuali bagi pejabat negara," kata Djoko.
Terlebih nantinya jarak rumah dinas pejabat negara dengan kantor lembaga negara dibangun tidak berjauhan. Antar kantor lembaga negara berada dalam satu kawasan.
Nilai tambahnya, negara bisa menghemat anggaran dari sisi operasional kendaraan dinas.
Baca juga: BKN Prediksi 600.000 ASN Akan Pindah ke Ibu Kota Baru di Kaltim
Maka dari itu, sistem jaringan transportasi terintegrasi harus terhubung antara kawasan inti pusat pemerintahan, seperti istana, kantor lembaga negara, taman budaya, serta kawasan inti ibukota negara seperti perumahan ASN/TNI/Polri, diplomatic compound, fasilitas pendidikan dan kesehatan, juga pusat perbelanjaan.
Termasuk untuk menjangkau bandara, pelabuhan, angkutan sungai, wilayah kota Balikpapan dan Samarinda, wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kab. Kutai Kartanegara, serta wilayah provinsi sekitarnya.
Wilayah yang dipilih pemerintah tersebut terletak antara Kota Balikpapan dan Kota Samarinda sudah lama terhubung jalan nasional.
Baca juga: Status Daerah Khusus Akan Dicabut dari Jakarta Setelah Ibu Kota Pindah
Tak lama lagi, akan beroperasi Tol Samarinda-Balikpapan sepanjang 99,35 kilometer.
Saat ini tengah berjalan pembangunan Jembatan Pulau Balang yang menghubungkan Kota Balikpapan dengan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Kemajuan pekerjaan hingga Agustus 2019 sudah mencapai 68 persen dan diprediksi selesai tahun 2021.
Baca juga: Wilayah Ibu Kota Kaltim Akan Seperti Putrajaya Malaysia atau BSD
Jika sudah terhubung, jarak perjalanan menjadi lebih pendek sekitar 30 kilometer dan waktu tempuh bisa 1 jam.
Saat ini juga tengah dilakukan proses lelang mencari investor untuk Tol Teluk Balikpapan sepanjang 7,9 kilometer. Tol ini menyediakan dua lajur untuk sepeda motor.
Tol Teluk Balikpapan nantinya akan terhubung dengan Tol Samarinda-Balikpapan dan Bandara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan di Balikpapan.
Baca juga: 6 Hal Penting Soal Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur
Selain jalur darat, jalur sungai juga harus diperbaiki. Pemindahan ibu kota di Kaltim merupakan peluang menata angkutan sungai di Sungai Mahakam sepanjang 900 kilometer.
Selama ini, kata Djoko, keberadaan angkutan sungai kurang dapat perhatian. Jika musim kemarau tiba, angkutan sungai ke pedalaman terhambat. Sebab, debit air dangkal sehingga kapal sulit berlayar.
"Diperlukan modernisasi teknologi kapal dan bantuan subsidi operasional untuk keberlangsungan. Angkutan sungai tidak hanya angkut penumpang juga ada logistik kebutuhan masyarakat yang bermukim di sepanjang sungai," kata Djoko.