JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung mempersilakan pihak medis yang menolak atau tidak setuju dengan hukuman eksekusi kebiri kimia.
Menurut Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri, pihaknya hanya menjalankan hukuman yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Itu kan haknya mereka, tapi ini kan kita melaksanakan putusan hakim yang secara formal diatur itu dalam UU, dalam Perppu 01 tahun 2016," ungkap Mukri ketika ketika dihubungi Kompas.com, Senin (26/8/2019).
Baca juga: Kebiri Dianggap Langgar HAM, Kejagung: Lihatlah dari Sisi Korban
Hukuman kebiri kimia diakomodasi setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Perppu tersebut.
Perppu kebiri ditandatangani Presiden pada Mei 2016, dan disahkan DPR menjadi UU pada Oktober 2016.
Selain mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual, perppu ini juga memuat ancaman hukuman mati bagi pelaku.
Vonis hukuman kebiri kimia di Mojokerto tersebut menjadi yang pertama. Maka dari itu, belum ada petunjuk teknis perihal pelaksanaan eksekusi.
Baca juga: Soal Eksekusi Kebiri, Kejagung Akan Kaji Laporan Kejati Jatim
Sebelum merumuskan petunjuk teknis, Kejagung masih akan mengkaji laporan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terkait hukuman kebiri kimia tersebut.
Nantinya, Kejagung akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk membicarakan hal teknis terkait eksekusi hukuman tersebut. Salah satu pihak yang dimaksud adalah Dinas Kesehatan.
Kendati demikian, Mukri belum dapat memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk merumuskan petunjuk teknis tersebut.
Baca juga: Sejarah Kebiri Manusia, Pelayan yang Dipercaya hingga Suara dari Surga
Sebelumnya, melansir Kompas.com, 25 Juli 2016, Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng Mohammad Faqih mengatakan, kebiri kimiawi sebaiknya dilakukan dalam perspektif rehabilitasi.
Selain itu dia juga mengatakan dalam etika kedokteran, seorang dokter dilarang mengubang kondisi fisik pasien yang sudah normal ke kondisi yang abnormal.
Selain itu Daeng mengatakan, jika dilakukan dalam perspektif hukuman, kebiri kimiawi belum tentu menyembuhkan predator seksual dari kelainan yang dideritanya.
Baca juga: Kebiri Kimia, Hukuman bagi Pedofilia yang Tuai Kontroversi
"Jika dilakukan dalam perspektif rehabilitasi justru si predator seksual akan bisa sembuh karena output dari rehabilitasi memang untuk kesembuhan. Kalau perspektifnya hukuman kan tidak ada output kesembuhan," ujar Daeng, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VIII DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Kronologi