JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju menegaskan bahwa pemblokiran layanan internet di wilayah Papua merupakan tindakan melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Kami memandang bahwa tindakan-tindakan pembatasan akses layanan telekomunikasi di Papua adalah tindakan melawan hukum dan dilakukan secara sewenang-wenang oleh Kominfo," ujar Anggara kepada Kompas.com, Senin (26/8/2019).
"ICJR sejak awal selalu menyerukan bahwa pembatasan akses layanan komunikasi adalah bentuk pembatasan hak asasi manusia (HAM)," ucapnya.
Baca juga: Birokrasi Lumpuh, Pemerintah Provinsi Papua Minta Pemblokiran Layanan Internet Dicabut
Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak menjelaskan mengenai hambatan terkait proses pemulihan Papua dan tidak diketahui mengenai batas waktu pemblokiran.
Sebelumnya, pemerintah juga telah melakukan pelambatan (throttling) akses jaringan internet di beberapa wilayah Papua saat terjadi aksi massa pada Senin, 19 Agustus 2019.
Menurut Anggara, kebijakan pemblokiran layanan internet tidak sesuai dengan kewenangan Pemerintah dalam Pasal 40 Undang-undang tentang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca juga: Amnesty: Pemblokiran Internet Serangan Kemerdekaan Berekspresi di Papua
UU ITE menyatakan bahwa pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dapat dibatasi oleh Pemerintah hanya untuk konten yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, pemutusan akses hanya dapat dilakukan kepada muatan yang melanggar UU, bukan layanan akses secara keseluruhan.
"Pembatasan layanan data komunikasi secara keseluruhan dapat merugikan kepentingan yang lebih luas," kata Anggara.
Selain itu, lanjut Anggara, pemblokiran layanan internet untuk dapat membatasi hak warga negara mensyaratkan adanya dua kondisi mendasar.
Pertama, situasi sebagai latar belakang pemblokiran harus berupa keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa.
Kedua, Presiden harus menetapkan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat melalui Keputusan Presiden sebagai dasar pembatasan layanan telekomunikasi tersebut.
Baca juga: Daripada Blokir Internet, Ini yang Lebih Efektif Tekan Hoaks Papua...
Batas-batas tersebut ditetapkan dalam UUD 1945 dan Komentar Umum No. 29 terhadap Pasal 4 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
"Secara jelas, jika pemerintah ingin melakukan upaya pemutusan layanan secara total, maka terlebih dahulu pemerintah harus deklarasi politik negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945," ujar Anggara.
"Bentuk pembatasan HAM tanpa penjelasan dan mengenai dasar dilakukannya tindakan tersebut merupakan bentuk pelanggaran hukum yang serius yang seharusnya segera dihentikan," ucap dia.
Baca juga: Blokir Internet di Papua dan Papua Barat Belum Dicabut, Rudiantara Minta Maaf