JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian menyatakan, perlu ada undang-undang yang memberikan kewenangan kepada lembaganya untuk mengkoordinasikan penanganan serangan siber.
Hinsa menyatakan, hal tersebut bisa terwujud bila Rancangan Undang-undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber segera disahkan.
Baca juga: Di RUU Keamanan dan Ketahanan Siber, BSSN Pastikan Bukan Penegak Hukum
Sebab, dalam undang-undang tersebut nantinya tercantum kewenangan BSSN sebagai koordinator utama dalam menghadapi serangan siber.
"Saya analogikan kalau misalnya ada serangan secara fisik, invasi militer, leading sector-nya kan ada Panglima TNI untuk menghadapi itu. Sekarang Kalau ada serangan ke siber kita, leading sector-nya siapa? Di situlah diharapkan peran BSSN," kata Hinsa di Gedung BSSN, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2019).
Ia menambahkan saat ini Indonesia tak memiliki undang-undang khusus yang menangani serangan siber.
Baca juga: BSSN Sebut RUU Kamtan Siber Mendesak untuk Disahkan, Ini Alasannya
Di sisi lain, potensi terjadinya serangan siber sangat besar lantaran pesatnya perkembangan teknologi informasi di hampir setiap lini kehidupan masyarakat.
Ia menambahkan, Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pun tak membahas antisipasi dan penanganan terhadap serangan siber.
Karena itu, ia menilai RUU Keamanan dan Ketahanan Siber mutlak dibutuhkan.
"Jadi peran BSSN itu jangan hanya dipikir ngurusin konten, ngurusin masalah yang kecil-kecil. Kami melihat di sini bagaimana mengamankan infrastruktur critical (vital) kita. Itu yang saya katakan tadi. Kami lebih ke sana perannya," kata Hinsa.
Baca juga: BSSN Ingin RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Diundangkan Tahun Ini
Untuk diketahui, pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber masih berada di tangan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menjanjikan RUU ini selesai pada September 2019.
RUU ini menjadi salah satu rancangan undang-undang yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019.