JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menegaskan bahwa tindakan rasisme merupakan sesuatu yang sangat berbahaya.
Hal tersebut disampaikan Mahfud berkaitan dengan peristiwa di Papua dan Papua Barat pada Senin (19/8/2019) yang pecah akibat tindakan tersebut terjadi di Surabaya dan Malang, Jawa Timur kepada sejumlah mahasiswa Papua.
"Rasis itu sangat berbahaya. Di dunia internasional sudah sangat ditekankan. Di Indonesia kita punya banyak ras, punya 1.300 suku, bahasa daerah dan lainnya," ujar Mahfud dalam konferensi pers tentang Papua di Hotel Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2019).
Baca juga: Wiranto: Pelaku Rasis Oknum, Jangan Generalisasi Suku
"Mari bersatu dan anggap itu sebagai perekat dalam kebhinnekaan kita," sambungnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini juga mencontohkan salah satu sikap dunia internasional yang mengutuk tindakan rasisme.
Pemain sepak bola yang akan diberi kartu merah oleh wasit jika yang bersangkutan melakukan aksi rasisme kepada pemain lain.
Namun berkaitan dengan masalah Papua, ia mengatakan, langkah paling tepat yang harus diambil saat ini adalah berdamai terlebih dahulu.
Baca juga: Mahasiswa Papua di Jakarta Minta Jokowi Pastikan Proses Hukum Pelaku Tindakan Rasis
Dari segi aspek kedaulatan, kata dia, Papua adalah bagian dari NKRI sehingga diharapkan tidak ada pikiran untuk memprovokasi tentang Papua pisah dari Indonesia dan sebagainya.
"Karena tidak ada jalan untuk itu (pisah dari Indonesia). Kami tetap menyerukan, pemerintah dan rakyat Indonesia bahwa Papua dan seluruh rakyatnya seluruh budaya dan bahasanya adalah bagian dari NKRI," tegas dia.
Mahfud juga mengaku sangat kaget dan cemas tentang apa yang terjadi di Papua beberapa waktu lalu.
Padahal, menurut dia masalah tersebut timbul dari hal yang tampak sepele tetapi berkembang menjadi serius.
Baca juga: Wagub Papua Barat: Oknum Berkata Rasis Tidak Merepresentasikan Negara
"Sehingga eskalasi tindak kekerasan berkembang meski kecil-kecilan seperti efek domino. Itu mencemaskan kita," kata dia.
Ia mengatakan, penyebab pecahnya kerusuhan di Papua dan Papua Barat pada Senin (19/8/2019) lalu, tanpa disadari pelakunya sangat berbahaya.
Apalagi hal tersebut berupa sikap dan ucapan yang berbau rasisme terhadap warga Papua sehingga menimbulkan kemarahan.
"Sementara selama ini harus diakui ada beberapa hal yang tertutup dibalik karpet, sesuatu yang agak kurang bagus tentang pengelolaan Papua ini sehingga itu dijadikan kesempatan untuk membuat suasana menjadi panas," pungkas dia.