JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo angkat bicara mengenai rencana Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang akan merekrut rektor perguruan tinggi dari warga negara asing.
Dalam wawancara eksklusif dengan Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo yang disiarkan di Kompas TV dalam acara "Satu Meja the Forum", Rabu (21/8/2019), Presiden Jokowi meminta masyarakat tidak perlu meributkan rencana itu.
Sebab, jumlah perguruan tinggi di Indonesia sangat banyak dan yang akan rencananya dipimpin rektor dari luar negeri hanyalah beberapa saja.
"Kita ini kan mempunyai perguruan tinggi, politeknik, akademi. Kalau data yang saya miliki memiliki 4.700-an. Ya kalau kita memberikan ruang atau peluang untuk rektor asing kenapa tidak? Wong hanya satu, dua, tiga saja kok dari 4.700," ujar Kepala Negara.
Baca juga: Kemenristekdikti Kantongi PTS yang Siap Dipimpin Rektor Asing
Jokowi mengatakan, langkah terobosan perlu dilakukan. Lompatan yang sedikit mengejutkan seperti ini mau tidak mau harus jadi pilihan.
Sebab, Jokowi melihat perguruan tinggi di Indonesia selama ini kurang mempersiapkan diri di dalam menghadapi tantangan global masa yang akan datang.
Rektor dari luar negeri, lanjut Jokowi, dilakukan agar perguruan tinggi dapat melecut diri di dalam meningkatkan kualitasnya.
"Kenyataan-kenyataan seperti ini yang harus kita pikirkan bersama-sama ada apa dan harus diapakan? Jangan, mohon maaf, hanya rutinitias, jangan linier, jangan monoton terus, enggak akan kita masuk ke angka seratus besar (perguruan tinggi terbaik di dunia)," ujar Jokowi.
Baca juga: Menristekdikti: Presiden Setuju soal Rektor Asing, tetapi...
Saat ini, Presiden mengakui, memang belum ada perguruan tinggi di Indonesia yang masuk ke dalam jajaran 100 besar perguruan tinggi terbaik di dunia.
"Kita harus bicara apa adanya ya. Dari ribuan perguruan tinggi kita, yang masuk ke world class university seratus besar itu enggak ada. Kita harus ngomong apa adanya, enggak ada," ujar Jokowi.
Ketika ditanya kapan rekrutmen rektor asing akan dimulai, Presiden tersenyum.
"Ya nanti di kabinet baru," ujar dia.
Diberitakan, Kemenristek Dikti merencanakan, di tahun 2020 sudah ada perguruan tinggi yang dipimpin rektor terbaik dari luar negeri dan di tahun 2024 jumlahnya akan ditambah menjadi lima perguruan tinggi.
"Kalau banyaknya, dua sampai lima (perguruan tinggi dengan rektor luar negeri) sampai 2024. Tahun 2020 harus kita mulai," lanjut dia.
Baca juga: Menristekdikti: Presiden Setuju soal Rektor Asing, tetapi...
Menteri Nasir mengakui, saat ini ada beberapa perbaikan peraturan yang diperlukan untuk dapat mengundang rektor luar negeri untuk dapat memimpin perguruan tinggi di Indonesia dan dosen luar negeri untuk dapat mengajar, meneliti dan berkolaborasi di Indonesia.
"Saya laporkan kepada Bapak Presiden, ini ada regulasi yang perlu ditata ulang. Mulai dari peraturan pemerintahnya. Peraturan menteri kan mengikuti peraturan pemerintah," ujar Nasir.
Nanti kalau peraturan pemerintah sudah diubah, peraturan menteri akan mengikuti dengan sendirinya," lanjut dia.
Saat ini, ia memperkirakan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) sudah layak dipimpin rektor terbaik dari luar negeri.
Baca juga: Pemerintah Revisi 16 Peraturan demi Impor Rektor Asing
Nasir mengatakan, praktik rektor asing memimpin perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi publik di suatu negara lumrah dilakukan di luar negeri, terutama di negara-negara Eropa, bahkan Singapura juga melakukan hal yang sama.
Menteri Nasir mencontohkan Nanyang Technological University (NTU) yang baru didirikan pada 1981, namun saat ini sudah masuk 50 besar dunia dalam waktu 38 tahun.
"Saya ambil contoh, negara yang paling dekat kita, Singapura. Singapura ada NTU, Nanyang Technological University. NTU itu berdiri tahun 1981. Mereka di dalam pengembangan, saya pada saat itu diskusi dengan menteri dari Singapura, apa sejarahnya sehingga berhasil," ujar Nasir.
"Ternyata mereka mengundang rektor dari Amerika dan dosen-dosen beberapa besar. Mereka dari berdiri belum dikenal, sekarang bisa masuk 50 besar dunia," lanjut dia.