JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Komunikasi Politik Henry Subiakto menyatakan, ada pola tertentu yang biasanya digunakan untuk menyebarkan kabar bohong atau hoaks terkait pemilu.
Menurut dia, hoaks tidak akan jauh dari isu-isu sensitif yang ada di masyarakat suatu negara.
"Narasinya pasti akan lebih canggih menyentuh persoalan-persoalan keagamaan, menyentuh persoalan-persoalan suku, ras, antar-golongan," kata Henry dalam focus group discussion "Hoax dalam Pemilu 2019" di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2019).
Baca juga: Mafindo: Hoaks Terkait Pemilu 2019 Bertujuan Memupuk Kebencian
Tidak hanya itu, menurut Henry, hoaks juga didesain untuk menyinggung golongan mayoritas. Sebab, tujuan utama hoaks adalah mempengaruhi golongan tersebut.
"Yang dicoba untuk dimanipulasi dipengaruhi itu pasti masyarakat mayoritas," ujar dia.
Pola serupa juga terjadi pada kasus-kasus hoaks pemilu di negara-negara maju.
Di Amerika Serikat, misalnya. Kabar bohong yang dibangun menyinggung agama Kristen atau Protestan dan penduduk yang berbahasa Inggris.
Sebab, golongan tersebut adalah kaum mayoritas yang berusaha untuk dipengaruhi kabar bohong.
Baca juga: Pakar: Hoaks Bagian dari Permainan dan Bisnis Politik
Di Brazil, karena mayoritas penduduknya Katolik, maka narasi yang digunakan menyinggung agama Katolik.
Di Indonesia pun demikian. Hal-hal terkait agama Islam dan suku mayoritas disinggung, meskipun konteksnya berbeda dengan negara-negara lainnya.
"Hoaks itu memang by design, diproduksi secara terstruktur masif dan sistematis. Itu terjadi di berbagai negara," kata Henry.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.