Berdasarkan konstitusi hasil amendemen ini, kewenangan MPR sebagai lembaga tertinggi yang menetapkan GBHN telah dihapuskan.
Hal ini merupakan konsekuensi logis dari sistem pemilihan presiden secara langsung.
Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat bukan merupakan mandataris MPR yang harus melaksanakan arah pembangunan yang ditetapkan oleh MPR.
Sebaliknya, visi misi presiden --selaku pemegang mandat dari rakyat-- yang menjadi arah pembangunan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
Kini, para politisi penggagas amendemen beralasan diperlukan suatu acuan untuk menjaga kontinuitas arah pembangunan meskipun berganti-ganti rezim pemerintahan.
Hal ini bisa diwujudkan dengan menghidupkan model GBHN yang ditetapkan oleh MPR. Karena itu, kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi perlu dikembalikan sebatas untuk menetapkan GBHN.
Usulan ini menuai beragam penolakan. Demi mengembalikan kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi, amendemen bisa meluas hingga mengembalikan fungsi MPR untuk memilih presiden.
Amendemen UUD, meski diniatkan terbatas, akan menjadi bola liar yang akan membuat sistem politik negara ini mundur ke zaman Orde Baru.
Lantas, bagaimana pandangan Presiden Jokowi menanggapi gagasan amandemen terbatas ini?
Apa sebenarnya yang disasar para politisi melalui amendemen terbatas tersebut?
Saksikan pembahasannya dalam Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu malam ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.