Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wapres Kalla Nilai GBHN Bertentangan dengan Semangat Pemilu Langsung

Kompas.com - 20/08/2019, 16:50 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bahwa Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bertentangan dengan semangat pemilihan langsung di Indonesia.

Apa alasan Kalla?

"Presiden tidak bisa lagi berkampanye menyampaikan visi masing-masing. Jadi apa yang dikampanyekan (tak bisa diterapkan), rakyat tidak bisa memilih," ujar Kalla di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Selasa (20/8/2019).

Menurut Kalla, jika GBHN disahkan dan diterapkan, maka presiden dan wakil presiden terpilih harus berpaku pada ketentuan yang dibuat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Baca juga: Menghidupkan Kembali GBHN Dinilai Sebagai Upaya Kendalikan Presiden

Ketentuan ini seperti yang terjadi di era Orde Baru, ketika presiden masih berstatus sebagai mandataris MPR.

Jika capres-cawapres terpilih memiliki visi yang tidak sinkron dengan kehendak MPR, maka program yang dicetuskan saat kampanye tidak akan bisa dijalankan ketika terpilih.

"Kalau pemilihan langsung (tetap dilaksanakan dan menerapkan GBHN), maka bagaimana menyinkronkan GBHN dengan pemilihan langsung? Ini agak bertentangan. Jadi harus disinkronkan," kata dia.

Baca juga: Pengamat Nilai Usulan Pengembalian GBHN Sarat Muatan Politik

Kalla mengatakan, jika GBHN diberlakukan lagi, maka MPR otomatis menjadi lembaga tertinggi lagi. Lembaga tinggi negara seperti kepresidenan pun akan berada di bawah MPR.

Presiden, kata dia, tidak lagi dapat membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dari paparan visi misi yang dikampanyekan seperti sekarang.

"Kalau kita ada GBHN, Presiden mengkampanyekan apa? Di situ pertanyaannya, tidak perlu lagi berkampanye mengatakan bahwa saya ingin begini, ingin melakukan ini, tidak ada lagi," ucap Kalla.

Wacana dihidupkannya kembali GBHN juga dinilai berbagai kalangan sebagai langkah mundur ke belakang.

Sebab, saat ini Indonesia sudah memiliki Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 sebagai pengganti GBHN.

Baca juga: MPR Sepakat Amandemen Terbatas UUD 1945 pada GBHN

SPPN juga mengatur tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk periode 2005-2025 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk periode setiap lima tahun.

Sebelumnya, Kalla menyebutkan bahwa saat ini yang menjadi acuan presiden dalam bekerja adalah RPJMN sebagai pengganti GBHN.

"GBHN baik, tapi ini yang sekarang yang menjadi RPJM adalah janji atau kampanye dari Presiden," ujar Kalla usai menghadiri Peringatan Hari Konstitusi di Gedung Nusantara IV, MPR, Minggu (18/8/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com