Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Putusan MA, Pemerintah Harus Tetap Bayar Rp 3,9 Triliun

Kompas.com - 20/08/2019, 09:00 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah mengatakan, putusan MA menolak peninjauan kembali (PK) kasus kerusuhan Maluku tahun 1999 memang menyebabkan pemerintah harus membayar ganti rugi kepada korban kerusuhan senilai Rp 3,9 triliun.

Namun, tanpa adanya putusan tersebut, kata Abdullah, pemerintah sudah seharusnya bertanggung jawab terhadap dampak kerusuhan itu.

"Itu memang kewajiban pemerintah untuk membangun kembali kondisi yang terjadi kerusakan atau yang perlu diperbaiki. Jadi jangan diartikan kemudian pemerintah diperintah," kata Abdullah di MA, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019).

Meski demikian, Abdullah mengatakan, ganti rugi sebesar Rp 3,9 triliun dari pemerintah itu tidak harus diberikan dalam bentuk uang tunai.

Baca juga: MA Sebut Ganti Rugi Korban Kerusuhan Maluku Rp 3,9 Triliun Tak Harus Tunai

Ganti rugi bisa juga dibayarkan dalam bentuk pembangunan kembali fasilitas yang terdampak kerusuhan.

"Jadi bukan berarti membayar dalam bentuk uang dikasihkan tunai. Tapi juga bisa saja kalau memang itu percepatan supaya dibangun sendiri-sendiri atau bagaimana kita belum tahu. Itu semua kebijakan pemerintah," ujar dia.

MA juga tidak memberikan batas waktu kapan pemerintah harus melaksanakan pemberian ganti rugi tersebut.

Abdullah mengatakan, MA hanya menjembatani keinginan korban kerusuhan yang menuntut tanggung jawab pemerintah.

"Masalah eksekusi itu semuanya tergantung pemerintah mengalokasikan anggarannya," ujar Abdullah.

Baca juga: Pemerintah Wajib Bayar Rp 3,9 Triliun ke Korban Kerusuhan Maluku 1999

Sebelumnya, MA menolak permohonan PK pemerintah terkait gugatan class action (gugatan perwakilan kelompok) yang diajukan korban kerusuhan Maluku tahun 1999.

Artinya, pemerintah harus menjalankan perintah putusan pengadilan tingkat pertama, yakni memberikan ganti rugi sebesar Rp 3,9 triliun kepada korban kerusuhan sebagai penggugat.

"Ditolak oleh MA karena alasan-alasan yang diajukan oleh pemerintah dalam PK dalam gugatan class action tidak beralasan menurut hukum. Dengan keputusan itu, keputusan kasasi tetap berlaku," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dihubungi Kompas.com, Senin.

Gugatan kelompok ini mewakili 213.217 kepala keluarga korban kerusuhan.

Para perwakilan korban kerusuhan itu menggugat 11 petinggi negara, yaitu Presiden, Menko Kesra, Mensos, Menko Perekonomian, Menteri Bappenas, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Menko Polhukam, Menteri Keuangan, Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara dan Perwakilan Pemda Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara.

 

Kompas TV Keputusan untuk mengabulkan uji materi yang diajukan. Politisi PSI William Aditya bukan soal menang kalah namun untuk kembali menata kembali ekonomi kerakyatan tanpa mengganggu ketertiban. Menanggapi dikabulkannya permohonnnya oleh MA William Aditya penggugat sekaligus Kader PSI berharap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mematuhi keputusan MA dan segera menertibkan kembali jalan Jati Baru Tanah Abang dari pedagang kaki lima. #DKIJakarta #AniesBaswedan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25-30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com