Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.
Padahal, menurut Dedi, penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.
"Peristiwa Surabaya sendiri sudah cukup kondusif dan berhasil diredam dengan baik, tetapi karena hal tersebut disebarkan oleh akun yang tidak bertanggung jawab, membakar atau mengagitasi mereka dan dianggap narasi tersebut adalah diskriminasi," ujar Dedi.
Redam kerusuhan
Polri bersama TNI terus bernegosiasi dengan demonstran. Mulanya, negosiasi berjalan alot. Ada sejumlah demonstran yang tidak terima. Mereka kemudian melempari Pangdam dan Kapolda dengan batu dan kayu.
Pangdam dan Kapolda kemudian dievakuasi oleh aparat kepolisian. Untuk menghalau aksi penyerangan ini, aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke massa.
Komunikasi terus dilakukan agar mereka tidak melakukan tindakan anarkistis. Polri juga menggandeng tokoh masyarakat Papua di seluruh Indonesia untuk meredam kerusuhan itu.
Hal ini dilakukan untuk mencegah warga Papua yang ada di penjuru Indonesia turun ke jalan.
"Kami melibatkan seluruh tokoh masyarakat. Kemudian tokoh adat (Papua) setempat untuk bersama-sama memberikan edukasi, lalu memberikan pencerahan kepada masyarakat (Papua di daerah masing-masing) tentang situasi yang sebenarnya (di Manokwari)," ujar Dedi.
Kepolisian pun berharap warga Papua yang ada di penjuru Indonesia dapat menahan diri serta tidak terprovokasi, khususnya oleh pesan berantai di media sosial yang membentuk opini tertentu.
Staf Khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogoya, meminta masyarakat di Papua, terutama yang sedang melakukan demonstrasi, untuk tidak menyampaikan aspirasi disertai aksi perusakan.
Baca juga: Polri Pastikan Papua dan Papua Barat Sudah Kondusif Malam Ini
Ia telah berkoordinasi dengan seluruh kepala suku untuk membantu meredam kerusuhan yang terjadi.
"Kepada masyarakat Papua, saya minta tolong jangan rusak fasilitas negara," kata Lenis Kogoya.
"Kalau merusak, itu berarti rumah sendiri rusak," ucap dia.
Selain berkoordinasi dengan kepala suku, Lenis meminta tokoh-tokoh gereja di Papua untuk membantu meredakan suasana yang memanas.
Menurut Lenis, masyarakat Papua cenderung lebih mendengarkan kepala suku dan tokoh agama yang memberikan instruksi. Ia pun berharap aksi kerusuhan dan perusakan tidak terulang.
"Saya juga arahkan tokoh adat, tokoh gereja di sana. Mudah-mudahan tidak terjadi masalah seperti ini lagi," kata Lenis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.