JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian RI atau Polri menegaskan bahwa tertembaknya seorang anggota Polda Papua bernama AKP Sai'in di Jayapura tidak terkait demonstrasi yang memprotes penangkapan sejumlah mahasiswa asal Papua di Surabaya, Jawa Timur.
Sai'in mengalami luka tembak akibat senapan angin saat melintas di kerumunan massa pendemo di kawasan Perumnas III, Jayapura, Senin (19/8/2019).
"Penembakan itu tidak terkait aksi demonstrasi," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin.
Baca juga: Polisi Kena Tembak Saat Lintasi Massa Pendemo di Jayapura
Sejauh ini, korban dari pihak kepolisian sebanyak tiga orang yang terdiri dari Karo Ops Polda Papua Barat Kombes Pol Moch Sagi, dan dua anggota lainnya.
Luka yang diderita ketiga personel kepolisian itu, lanjut Dedi, disebabkan lemparan batu dari arah kerumunan massa pengunjuk rasa.
Meski demikian, Dedi memastikan, ketiganya sudah dapat kembali beraktivitas setelah sempat mengalami perawatan.
Sementara itu, tidak ada laporan mengenai korban dari kalangan masyarakat.
"Sampai hari ini masih 3 (polisi yang menjadi korban), untuk di Sorong belum mendapat informasi. Di masyarakat belum ada update ya, belum ada masyarakat yang jadi korban. Artinya masyarakat dalam kondisi yang baik," ujar dia.
Hingga saat ini, situasi di sejumlah titik di Papua dan Papua Barat kondusif pasca-demonstrasi tersebut.
Menurut Dedi, tidak ada insiden yang menonjol untuk wilayah Jayapura, Papua.
Baca juga: Aksi Protes Warga Jayapura Papua Terkonsentrasi di 2 Titik
Di Manokwari, Dedi mengatakan, ada beberapa titik jalan yang masih diblokade oleh massa. Meski jumlahnya tidak banyak, aparat TNI-Polri terus berdialog dengan masyarakat.
Kemudian, di Sorong, Papua Barat, juga cukup kondusif, meski sebelumnya sempat terjadi insiden perusakan Bandara Domine Eduard Osok.
Selain terus bersiaga akan kemungkinan kericuhan, polisi khususnya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri terus memantau akun-akun yang menyebarkan konten provokatif.
Berdasarkan keterangan polisi, massa yang berunjuk rasa diduga terprovokasi konten negatif di media sosial terkait penangkapan tersebut sehingga aksi berbuntut kericuhan.
Menurut Dedi, konten-konten tersebut berisi berita bohong atau hoaks terkait penangkapan 43 mahasiswa Papua di Surabaya.
Salah satu hoaks tersebut mengungkapkan bahwa ada mahasiswa yang meninggal.
Konten yang dibangun di media sosial dan tersebar di antara warga Papua, lanjut Dedi, dapat membangun opini bahwa peristiwa penangkapan mahasiswa Papua adalah bentuk diskriminasi.
Padahal, Dedi memastikan bahwa penangkapan mahasiswa Papua di Surabaya itu sudah selesai secara hukum.
"Awal mulanya dari akun hoaks itu, akun-akun yang disebarkan ada yang bilang mahasiswa Papua meninggal dunia akibat kejadian tersebut, itu sudah kami stempel hoaks," tutur dia.
Baca juga: VIDEO Pernyataan Jokowi soal Kerusuhan di Manokwari
Awalnya, polisi menerima laporan mengenai perusakan bendera merah putih di asrama mahasiswa Papua. Kemudian polisi memeriksa beberapa mahasiswa yang tinggal di asrama.
Karena tidak menemukan unsur pidana, kepolisian pun melepaskan mereka kembali. Proses itu merupakan proses yang wajar dalam hukum.
Menurut Dedi, polisi mengevakuasi mahasiswa Papua tersebut untuk menghindari bentrok dengan masyarakat.
"Itu kami mengevakuasi untuk menghindari bentrok fisik antara masyarakat setempat dengan teman-teman mahasiswa Papua. Awalnya kan memang terjadi perusakan terhadal Bendera Merah Putih, itu provokasi awal sehingga masyarakat setempat melakukan pengepungan," kata Dedi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.