Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kewajiban Bayar Rp 3,9 Triliun, MA: Semua Tergantung Pemerintah

Kompas.com - 19/08/2019, 14:28 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) tidak memberikan batas waktu kepada pemerintah untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 3,9 triliun kepada korban kerusuhan Maluku tahun 1999.

"Masalah eksekusi, semuanya tergantung pemerintah mengalokasikan anggarannya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah di Gedung MA, Jakarta Pusat, (19/8/2019).

MA juga tak berwenang melakukan pengawasan apakah pemerintah membayarkan ganti rugi tersebut atau tidak. Abdullah menegaskan, kewenangan MA hanya berhenti pada putusan perkara.

"(Dalam amar putusan), enggak ada (soal pengawasan). Yang namanya putusan, ya sesuai dengan yang diminta saja, sesuai dengan permohonan," kata dia.

Baca juga: Pemerintah Wajib Bayar Rp 3,9 Triliun ke Korban Kerusuhan Maluku 1999

Selain itu, Abdullah menambahkan, bentuk ganti rugi kepada korban kerusuhan Maluku tahun 1999 tidak harus berupa uang tunai.

Ganti rugi juga dapat dibayarkan dalam bentuk pembangunan kembali fasilitas umum yang rusak akibat kerusuhan. Apabila begitu, tentu pemerintah harus menganggarkan dana terlebih dahulu.

"Jadi jangan diartikan membayar langsung tunai. Tetapi pemerintah pasti akan mengalokasikan anggaran untuk membangun kembali. Tanpa diperintah oleh siapapun, pemerintah pasti membangun," ujar Abdullah.

Sebelumnya, MA menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) pemerintah soal gugatan class action (gugatan perwakilan kelompok) yang diajukan korban kerusuhan Maluku tahun 1999.

Baca juga: MA Sebut Ganti Rugi Korban Kerusuhan Maluku Rp 3,9 Triliun Tak Harus Tunai

Artinya, pemerintah harus menjalankan perintah putusan pengadilan tingkat pertama, yakni memberikan ganti rugi sebesar Rp 3,9 triliun kepada korban kerusuhan sebagai penggugat.

"Ditolak oleh MA oleh karena alasan-alasan yang diajukan oleh pemerintah dalam PK dalam gugatan class action tidak beralasan menurut hukum, dengan keputusan itu maka keputusan kasasi tetap berlaku," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/8/2019).

Gugatan kelompok ini mewakili 213.217 Kepala Keluarga korban kerusuhan.

Para perwakilan korban kerusuhan itu menggugat 11 petinggi negara, yaitu Presiden RI, Menko Kesra, Mensos, Menko Perekonomian, Menteri Bappenas, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Menko Polhukam, Menteri Keuangan, Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara dan Perwakilan Pemda Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara. 

 

Kompas TV Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta semua pihak termasuk pemerintah daerah, tidak memberikan pernyataan yang meresahkan terkait kerusuhan di Manokwari, Papua Barat. Tjahjo Kumolo mengimbau seluruh masyarakat terutama di Papua Barat dan Papua tetap tenang dan tidak terpancing provokasi.<br /> Tjahjo Kumolo juga mendukung upaya Gubernur Papua Barat maupun Gubernur Papua, termasuk Gubernur Jawa Timur untuk duduk bersama membentuk tim. #ManokwariRicuh #ManokwariPapuaBarat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com