JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah mengatakan, ganti rugi sebesar Rp 3,9 triliun dari pemerintah kepada korban kerusuhan Maluku tahun 1999 tidak harus diberikan dalam bentuk uang tunai.
Ganti rugi bisa dibayarkan dalam bentuk pembangunan kembali fasilitas yang terdampak kerusuhan.
"Iya, jadi bukan berarti membayar dalam bentuk uang dikasihkan tunai, tetapi juga bisa saja kalau memang itu percepatan supaya dibangun sendiri-sendiri atau bagaimana kita belum tahu, itu semua kebijakan pemerintah," kata Abdullah di Gedung MA, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (19/8/2019).
Abdullah mengatakan, dengan adanya putusan ini, bukan berarti pemerintah diperintah MA.
Baca juga: 74 Tahun Indonesia Merdeka, Suku Terasing di Maluku Ini Akhirnya Gelar Upacara
Tetapi, tanpa adanya putusan ini pun, pemerintah punya kewajiban untuk memperbaiki atau membangun kembali fasilitas yang rusak akibat kerusuhan.
MA, kata Abdullah, hanya menjembatani keinginan korban kerusuhan terkait tanggung jawab pemerintah terhadap kerusakan.
"Pemerintah pasti akan mengalokasikan anggaran untuk membangun kembali tanpa diperintah oleh siapapun," ujar Abdullah.
"Sehingga semua yang diminta oleh masyarakat dibangun kembali itu ya pemerintah diingatkan kembali untuk melaksanakan," sambungnya.
Sebelumnya, MA menolak permohonan PK pemerintah terkait gugatan class action (gugatan perwakilan kelompok) yang diajukan korban kerusuhan Maluku tahun 1999.
Artinya, pemerintah harus menjalankan perintah putusan pengadilan tingkat pertama, yakni memberikan ganti rugi sebesar Rp 3,9 triliun kepada korban kerusuhan sebagai penggugat.
Baca juga: Pemerintah Wajib Bayar Rp 3,9 Triliun ke Korban Kerusuhan Maluku 1999
"Ditolak oleh MA oleh karena alasan-alasan yang diajukan oleh pemerintah dalam PK dalam gugatan class action tidak beralasan menurut hukum, dengan keputusan itu maka keputusan kasasi tetap berlaku," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dihubungi Kompas.com, Senin (19/8/2019).
Gugatan kelompok ini mewakili 213.217 Kepala Keluarga korban kerusuhan.
Para perwakilan korban kerusuhan itu menggugat 11 petinggi negara, yaitu Presiden RI, Menko Kesra, Mensos, Menko Perekonomian, Menteri Bappenas, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Menko Polhukam, Menteri Keuangan, Gubernur Maluku, Gubernur Maluku Utara dan Perwakilan Pemda Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.