JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menjadi salah satu penerima tanda kehormatan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden Joko Widodo, Kamis (15/8/2019).
Tanda kehormatan diberikan kepada sejumlah tokoh yang dianggap sudah banyak berjasa di Indonesia sekaligus dalam rangka memperingati HUT ke-74 RI.
Pemberian tanda jasa kehormatan ini merupakan hasil persetujuan sidang Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Dewan GTK) periode Agustus 2019.
Penghargaan kepada Hadi cukup menggelitik, mengingat dirinya sempat terlibat perkara hukum. Hadi pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak PT Bank Centra Asia (BCA).
Kejadian tersebut berlangsung pada tahun 2003-2004, namun baru disidik KPK pada 2014.
Baca juga: Pernah Jadi Tersangka KPK, Kenapa Hadi Poernomo Tetap Dapat Bintang Mahaputra dari Jokowi?
Terkait hal tersebut, Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Hadi mendapat tanda kehormatan tersebut karena statusnya hukumnya sudah jelas atau clear.
Hadi sudah dinyatakan bebas oleh pengadilan dan statusnya sebagai tersangka pun gugur.
"Dulu kan memang tersangka. Kemudian banding, dia menangt. Banding lagi, menang lagi. Sudah selesai," kata Ryamizard.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Jimly Asshiddiqie menyatakan, semua yang diberikan gelar penghargaan hari ini tak memiliki masalah hukum.
"Sampai detik ini semua yang diberikan gelar ini, penghargaan ini, tidak ada masalah hukum," ucap Jimly.
Apabila nantinya penerima tanda jasa terseret kasus hukum, maka penghargaannya bisa dicabut.
Baca juga: Dapat Bintang Mahaputra meski Pernah Jadi Tersangka KPK, Ini Kata Hadi Poernomo
Terkait polemik tanda jasa ini, Hadi enegaskan bahwa ia bersih dari masalah hukum yang sempat menjeratnya sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Tentu kami sebetulnya kan sudah selesai. Kami bisa membatalkan tersangkanya melalui PK pra-peradilan," kata Hadi setelah menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Utama dari Presiden Joko Widodo.
Hadi Poernomo diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang dalam kapasitas dia sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Dia diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan SKPN PPh BCA.
Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performing loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.
Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.
Baca juga: Belum Punya Kuasa Hukum, Hadi Poernomo Minta Sidang Peninjauan Kembali Ditunda
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak.
Dengan demikian, tidak ada lagi waktu bagi Direktorat PPh untuk memberikan tanggapan yang berbeda atas putusan Dirjen Pajak tersebut.
Hadi diduga mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang diajukan bank lain yang memiliki permasalahan sama dengan BCA.
Pengajuan keberatan pajak yang diajukan bank lain tersebut ditolak. Namun, pengajuan yang diajukan BCA diterima, padahal kedua bank itu memiliki permasalahan yang sama.
Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar. Uang tersebut merupakan pajak yang seharusnya diterima negara dari BCA.
Baca juga: KPK Tegaskan Tak Hentikan Penyidikan Kasus Hadi Poernomo
Namun, Hadi membantah mendapatkan imbalan dari BCA atas penerimaan keberatan wajib pajak tersebut.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, hingga setahun kemudian, KPK belum melakukan penahanan terhadap Hadi Poernomo.
Ia pun mengajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal praperadilan mengabulkan gugatan Hadi. Ia pun terbebas dari status tersangka.
Dalam putusan praperadilan, hakim memutuskan bahwa penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo tidak sah. Hakim memutuskan penyidikan KPK harus dihentikan.
Baca juga: KPK Pelajari Putusan MA soal Penetapan Tersangka Hadi Poernomo
Hakim praperadilan juga memutuskan penyitaan yang dilakukan KPK terhadap barang milik Hadi adalah tidak sah, oleh karena itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kemudian, putusan praperadilan tersebut juga menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK, yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas Hadi Poernomo.
Namun, putusan tersebut ditentang Mahkamah Agung. Hakim MA beralasan, praperadilan telah melampaui batas wewenangnya dan dapat dikualifikasi sebagai upaya mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan KPK.
Selain itu, menurut MA, pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, seharusnya hanya menilai aspek formal, yaitu apakah ada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak boleh memasuki materi perkara.
Baca juga: KPK Segera Serahkan Memori PK atas Praperadilan Hadi Poernomo
Kemudian, putusan praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka tidak dapat menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan Hadi sebagai tersangka lagi, setelah memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Pasca-putusan MA tersebut, KPK sempat menyatakan bahwa mereka akan menetapkan kembali Hadi sebagai tersangka. Namun, hingga beberapa kali berganti kepemimpinan, KPK tak membuka lagi kasus itu.
Selama sidang praperadilan, Hadi berjuang seorang diri tanpa didampingi kuasa hukum.
Hingga jatuh putusan hakim tunggal praperadilan, ia hadir tanpa didampingi pengacara. Sesuai Pasal 79 KUHAP, pemohon memang boleh mengajukan sendiri gugatannya.
Hadi mengatakan, kehadirannya tanpa didampingi pengacara adalah pilihannya secara pribadi dan permintaan keluarga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.