Hadi Poernomo diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan atau penyalahgunaan wewenang dalam kapasitas dia sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Dia diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan SKPN PPh BCA.
Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performing loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.
Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.
Baca juga: Belum Punya Kuasa Hukum, Hadi Poernomo Minta Sidang Peninjauan Kembali Ditunda
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak.
Dengan demikian, tidak ada lagi waktu bagi Direktorat PPh untuk memberikan tanggapan yang berbeda atas putusan Dirjen Pajak tersebut.
Hadi diduga mengabaikan adanya fakta materi keberatan yang diajukan bank lain yang memiliki permasalahan sama dengan BCA.
Pengajuan keberatan pajak yang diajukan bank lain tersebut ditolak. Namun, pengajuan yang diajukan BCA diterima, padahal kedua bank itu memiliki permasalahan yang sama.
Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar. Uang tersebut merupakan pajak yang seharusnya diterima negara dari BCA.
Baca juga: KPK Tegaskan Tak Hentikan Penyidikan Kasus Hadi Poernomo