Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketentuan yang Dipertahankan di RKUHP, Termasuk Hukuman Mati dan Penghinaan Presiden

Kompas.com - 15/08/2019, 09:01 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu Tim Perumus Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) Muladi menyampaikan, ada sejumlah ketentuan yang dianggap krusial dalam RKUHP yang tetap dipertahankan.

Mantan menteri kehakiman ini berbicara soal RKUHP dalam konferensi pers khusus di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (14/8/2019). Dalam konferensi pers itu hadir pula Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko dan anggota tim perumus RKUHP Harkristuti Harkrisnowo. 

Ketentuan yang dianggap krusial yang dipertahankan itu adalah aturan terkait pidana mati, penghinaan kepada Presiden, tindak pidana asusila, dan tindak pidana khusus.

Pidana Mati

Muladi mengatakan, pihaknya sulit menghapuskan pidana mati karena hal ini tidak hanya berkaitan dengan persoalan-persoalan politis dan praktis, tetapi juga masalah budaya dan religi di Indonesia.

"Sehingga diputuskan pidana mati tetap dianut tapi dengan perumusan yang lebih akurat, yakni menjadi pidana mati bersyarat yang bisa berubah menjadi pidana seumur hidup atau 20 tahun dengan syarat tertentu," terang Muladi.

Penghinaan kepada Presiden

Menurut Muladi, pasal penghinaan kepada Presiden tetap dipertahankan karena penghinaan kepada kepala negara asing yang berkunjung ke Indonesia pun dipidana.

Baca juga: Hal Baru di RKUHP, Hormati Hukum Adat hingga Hakim Bisa Memberi Maaf

"Masa penghinaan kepada Presiden kita sendiri dihapuskan? Asas persamaan, maka kami akan berrgeser jadi delik aduan. Presiden sama seperti rakyat biasa, tapi kalau dia dihina, maka yang bersangkutan bisa melaporkannya sebagai delik aduan," kata dia.

Begitupun dengan penghinaan terhadap pejabat negara asing dan legiun asing, dalam KUHP baru ini juga menjadi delik aduan.

Tindak pidana asusila

Pasal tentang tindak pidana asusila, terutama soal LGBT, menjadi sesuatu yang kontroversial.

Namun Muladi memastikan bahwa pihaknya tetap mempertahankan pasal ini karena memiliki alasan.

"Sikap kami jelas, kami tidak membedakan. Kami bebaskan dari persoalan gender, tapi siapa saja yang melakukan tindak pidana, kekerasan, di bawah umur, pornografis, pemaksaan, itu tindak pidana baik itu dilakukan laki-laki maupun perempuan," terang dia.

Tindak pidana khusus

Menurut Muladi, tindak pidana narkotika, pelanggaran HAM berat, korupsi, terorisme, dan pencucian uang merupakan tindak pidana luar biasa.

Kasus-kasus tersebut berkaitan dengan konvensi internasional yang mempunya acara sendiri, pidananya khas, dan kutukan masyarakat pun sangat keras.

"Karena ini konsolidasi, kami masukan ke KUHP tapi elaborasinya berada di luar tindak pidana yang diatur oleh undang-undang relevan milik masing-masing," jelas dia.

Ia juga memastikan bahwa hal ini tidak mengubah kelembagaan dari lembaga-lembaga yang mengatasi tindak pidana khusus ini. Misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional (BNN), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan beberapa lainnya.

Baca juga: 4 Perubahan Signifikan di RKUHP

"Programnya kita masukan mengenai sanksi, tapi selengkapnya tetap berlaku UU masing-masing," pungkas dia.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyampaikan bahwa Tim RKUHP akan segera menyerahkan draft RKUHP kepada DPR pada 26 Agustus 2019.

"Tim RKUHP akan segera menyerahkan (draft) kepada DPR pada 26 Agustus. Mudah-mudahan tidak molor lagi," ujar Moeldoko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com