Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hal Baru di RKUHP, Hormati Hukum Adat hingga Hakim Bisa Memberi Maaf

Kompas.com - 15/08/2019, 05:59 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dirumuskan lebih banyak berlaku untuk KUHP Buku Dua atau yang mengatur mengenai kejahatan.

Hal tersebut disampaikan salah satu anggota Tim Perumus RKUHP, Harkristuti Harkrisnowo dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Rabu (14/8/2019).

Menurut dia, walaupun lebih banyak berlaku pada buku dua, akan tetapi apabila bicara prinsip-prinsip hukum pidana, maka prinsip yang bersifat universal tetap berlaku dan dipertahankan.

"Tapi ada tambahan berkaitan dengan pidana," kata dia.

Baca juga: KPK Sebut RKUHP Lebih Lunak Dibandingkan UU Tipikor

Ia mengatakan, ada beberapa bagian yang sangat penting dalam RKUHP yang baru ini.

Berikut adalah hal-hal penting yang baru dalam RKUHP tersebut:

1. Hakim ketika memutus perkara, harus memperhatikan tujuan pemidanaan

Dalam membuat poin tersebut, pihaknya memperhatikan tujuan-tujuan KUHP selama ini yang sudah sangat berkembang. Tidak hanya berdasarkan pandangan-pandangan dari luar, tapi juga dari hukum adat.

"Misalnya hukum pidana ditujukan untuk menyelesaikan konflik, yang harus juga mengembalikan keseimbangan dalam masyarakat," kata dia.

2. Memisahkan tindakan pidana menjadi tiga kelompok

Ketiga kelompok itu adalah pidana untuk orang dewasa, anak-anak dan korporasi.

Baca juga: Pasal Living Law Dalam RKUHP Dinilai Berpotensi Munculkan Perda Diskriminatif

Khusus pemidanaan bagi korporasi, tim mendasarkan diri pada fakta bahwa saat ini korporasi belum terlalu banyak yang menjadi subjek hukum pidana. Padahal, sebuah tindak pidana bisa saja digerakkan oleh korporasi.

"Jadi kami merumuskan dan kami ambil dari berbagai perundang-undangan yang sampai saat ini masih berlaku di Indonesia," terang dia.

3. Hakim punya opsi tidak menjatuhkan pidana, namun pemberian maaf

"Jadi hakim boleh memaafkan. Kasus-kasus seperti Nenek Minah. Kasus yang mencuri bibit coklat dan lainnya itu kan terbukti secara sah dan meyakinkan tetapi apabila kepentingan hukum yang dipertaruhkan kecil dan bisa dimaafkan, maka hakim bisa tidak menjatuhkan hukuman," terang dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com