JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menekankan bahwa wacana amandemen terbatas UUD 1945 untuk menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara, berpotensi bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.
Mardani menjelaskan, ketika MPR menjadi lembaga tertinggi negara, maka MPR akan juga memiliki kewenangan memilih presiden dan wakil presiden.
Sedangkan pasca-reformasi 1998, sudah disepakati bahwa presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.
"Ketika MPR lembaga tertinggi, maka paradigmanya akan bertentangan dengan kedaulatan rakyat melalui pemilu langsung," ujar Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara: Amandemen UUD 1945 Bukan Datang dari Rakyat
Selain itu, Mardani menilai situasi saat ini tidak kondusif untuk melakukan amandemen terbatas terhadap UUD 1945.
Pasalnya, perbandingan kekuatan antara parpol pendukung pemerintah dan oposisi tidak seimbang. Apalagi Gerindra, Demokrat dan PAN sudah memberikan sinyal bergabung ke koalisi parpol pendukung pemerintah.
Situasi seperti itu, lanjut Mardani, rentan dengan adanya upaya mengubah pasal-pasal yang tidak sesuai dengan cita-cita para pendiri.
Tidak menutup kemungkinan, perubahan juga nantinya tidak seusai dengan cita-cita reformasi. Misalnya mengenai pembatasan masa jabatan presiden selama dua periode.
Menurut Mardani, hingga saat ini belum ada kepastian bahwa amandemen yang diusulkan itu akan benar-benar terbatas.
"Sehingga kemungkinan ada (perubahan) pasal-pasal yang dalam tanda kutip bertentangan dengan niat founding fathers kita, niat dan semangat reformasi," kata Mardani.
Baca juga: Ini Kritik Mahfud MD Terhadap Wacana Amandemen UUD 1945...
Namun, Mardani menekankan, hingga saat ini PKS belum mengeluarkan sikap resmi apakah menolak atau sepakat dengan amandemen terbatas UUD 1945.
Usul amandemen terbatas UUD 1945 salah satunya dilontarkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Dengan demikian MPR memiliki kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan.
Rekomendasi amandemen terbatas konstitusi itu menjadi salah satu sikap politik PDI-P yang ditetapkan dalam Kongres V di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Bali, Sabtu (10/8/2019).
"Kita memerlukan Garis Besar Haluan Negara atau pola pembangunan semesta berencana. Ini yang akan kami dialogkan bersama tetapi sebagai keputusan kongres kami taat pada putusan itu," ujar Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui seusai kongres.