Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Dinilai Buka Kotak Pandora jika Hidupkan Kembali GBHN

Kompas.com - 14/08/2019, 17:30 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut, mengusulkan penghidupan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen terbatas UUD 1945 sama dengan membuka kotak pandora.

Jika wacana ini direalisasikan satu kali, bukan tidak mungkin ke depannya UUD akan diamandemen lagi. Usulan ini juga akan melahirkan wacana-wacana lainnya.

"Sekali peluang amendemen ini dibuka, ini seperti kotak pandora, ini bisa lanjut seperti dulu lagi setiap tahun ada amendemen," kata Bivitri dalam diskusi 'Amandemen Konstitusi, Kepentingan Rakyat atau Berebut Kuas' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/8/2019).

Baca juga: Wapres Kalla Setuju GBHN Dihidupkan Kembali, Tapi...

Bivitri mengatakan, penghidupan kembali GBHN akan berimplikasi pada ditetapkannya kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga negara tertinggi.

Bisa jadi, ke depannya Presiden tidak lagi dpilih rakyat, tetapi kembali ditunjuk MPR. Bukan tidak mungkin pula, adanya GBHN akan menghidupkan kembali aturan tentang Presiden seumur hidup.

Bivitri menilai, penghidupan kembali GBHN saat ini tidak relevan dengan sistem ketatanegaraan.

Baca juga: Menkuham Sebut Partai-partai Sepakat Amandemen UUD Terbatas pada GBHN

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti usai menghadiri sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti usai menghadiri sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2019).

Pasalnya, pada era orde baru dulu GBHN dibuat untuk mengontrol kinerja Presiden.

Saat itu, Presiden dipilih oleh MPR sehingga secara tidak langsung GBHN menjadi alat kontrol dari MPR kepada Presiden.

Namun sekarang, Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga, Presiden tidak lagi bertanggung jawab secara langsung kepada MPR.

"Intinya haknya ada di kita, bukan MPR. Jadi (kalau GBHN dihidupkan) mandat apa yang harus diberikan MPR?," kata Bivitri.

Baca juga: Mendagri Sepakat GBHN Dihidupkan Kembali

Menurut Bivitri, jika GBHN dihidupkan kembali, diperlukan biaya yang tidak sedikit.

Padahal, bicara haluan negara tidak hanya soal GBHN saja.

Selama ini Indonesia sudah punya haluan negara dan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJM).

"Pertanyaan kritisnya, kalau (GBHN) cuma ada, gunanya apa? Kalau cuma sekedar ada tapi padahal cost politiknya besar," katanya.

Baca juga: Kinerja Belum Efektif, MPR Minta Kewenangan Buat GBHN Dikembalikan

Usul supaya GBHN dihidupkan kembali salah satunya dilontarkan PDI Perjuangan. Dalam Kongres V di Bali, Sabtu (10/8/2019) lalu, PDI-P merekomendasikan amandemen terbatas 1945.

Dalam amandemen itu, menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan demikian, MPR memiliki wewenang dalam menetapkan GBHN sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan.

"Kita memerlukan Garis Besar Haluan Negara atau pola pembangunan semesta berencana," kata Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui seusai kongres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com