Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Markus Nari Didakwa Merintangi Proses Peradilan Kasus Korupsi E-KTP

Kompas.com - 14/08/2019, 16:08 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengumumkan tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik, Selasa (13/8/2019) sore. Menurut Febri, tersangka baru kasus ini ada yang berasal dari unsur penyelenggara negara dan swasta. Sebelumnya, KPK sudah memproses delapan orang dalam kasus dengan dugaan kerugian keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun itu. Beberapa nama di antaranya adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Kemudian, pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Semuanya telah diproses di persidangan dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan melakukan tindak pidana korupsi. Terakhir, adalah mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari. Ia merupakan tersangka ke-8 yang rencananya segera menjalani persidangan. KPK tetapkan 4 orang tersangka baru pada kasus korupsi KTP Elektronik yaitu Miriam S Haryani, Isnu Edhi Wijaya, H-S-F dan Paulus Tannos. Miriam S Haryani adalah seorang anggota DPR Republik Indonesia tahun 2014-2019 sedangkan Isnu Edhi Wijaya adalah Direktur Utama Peruri serta Ketua Konsorsium PNRI. #KorupsiKTPElektronik #KPK

Di sisi lain, Markus menemui Miryam dan memintanya untuk mencabut keterangannya yang menyebut Markus menerima uang dari proyek e-KTP.

"Dengan kompensasi Terdakwa akan menjamin keluarga Miryam S Haryani," kata jaksa.

Baca juga: Dalam BAP, Miryam Disebut Fasilitator Komisi II dan Banggar DPR

Pada tanggal 17 Maret 2017, sekitar pukul 17.00 WIB, Anton Taufik menemui Elza Syarief di kantornya. Saat itu Miryam sudah ada di kantor Elza.

Kepada Anton, Miryam meminta salinan BAP-nya yang sudah ditandai Anton dan Markus.

Pada tanggal 23 Maret 2017, Miryam S Haryani dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Irman dan Sugiharto.

Baca juga: Dikejar Anggota DPR Sebelum Reses, Miryam Cari-cari Irman

 

Miryam mencabut keterangan dalam BAP-nya mengenai aliran dana proyek KTP elektronik, termasuk penerimaan Markus sebesar 400.000 dollar AS.

"Pencabutan keterangan pada BAP tersebut mempersulit penuntut umum membuktikan unsur memperkaya atau menguntungkan orang lain, diantaranya Terdakwa," ujar jaksa.

2. Merintangi pemeriksaan terdakwa Sugiharto di persidangan

Tanggal 10 Maret 2017, Markus menemui pengacara pelaku korupsi lainnya, Robinson.

Saat itu, Robinson merupakan pengacara Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran Hi Mustary.

Baca juga: KPK Periksa Sugiharto Terkait Kasus Menghalangi Penyidikan Kasus E-KTP

Amran dan Sugiharto saat itu sama-sama berada di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.

Markus menitip pesan lewat Robinson dan Amran agar Sugiharto tak menyebut dirinya sebagai penerima aliran dana e-KTP dalam persidangan.

"Dengan imbalan uang kepada Sugiharto. Atas permintaan tersebut, Robinson menyanggupinya," katanya.

Kemudian, Robinson menyampaikan pesan itu ke Amran dan diteruskan ke Sugiharto. Namun, Sugiharto menolak dan akan tetap menyampaikan keterangan di persidangan sesuai BAP-nya.

Baca juga: Saat Sugiharto Jadi Paranormal dan Setya Novanto Geleng-geleng Kepala

Pada tanggal 5 April 2017, Markus kembali menanyakan kepada Robinson apakah pesan kepada Sugiharto telah disampaikan mengingat Markus akan dipanggil sebagai saksi di persidangan Irman dan Sugiharto.

"Atas pertanyaan tersebut Robinson mengiyakan.

Pada tanggal 12 Juli 2017, Sugiharto memberikan keterangan sesuai dengan BAP-nya bahwa Terdakwa menerima uang dari Sugiharto sebesar 400.000 dollar AS di gedung kosong yang letaknya di samping TVRI, Senayan," kata jaksa.

Markus didakwa melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com