JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap dapat dilibatkan sebagai pihak ketiga dalam proses sidang gugatan perdata Sjamsul Nursalim terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Pengadilan Negeri Tangerang.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK berkepentingan dalam kasus itu untuk mempertahankan laporan hasil pemeriksaan BPK yang menunjukkan adanya kerugian senilai Rp 4,58 triliun dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Sjamsul.
"KPK meminta pada Hakim untuk mengabulkan agar KPK dapat masuk sebagai Pihak Ketiga yang Berkepentingan (Voeging) dalam perkara ini, sehingga nanti kami akan mengajukan gugatan dan bukti-bukti yang mendukung hal tersebut," kata Febri dalam keterangan tertulis, Rabu (14/8/2019).
Baca juga: Panggil Sjamsul Nursalim dan Istrinya, KPK Pasang Pengumuman di KBRI Singapura
Febri menyatakan, permohonan menjadi pihak ketiga yang berkepentingan itu sudah disampaikan kepada majelis hakim pada 31 Juli 2019 lalu.
Febri menyebut, diterima atau tidaknya KPK sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dalam perkara ini akan bergantung pada putusan sela yang akan dibacakan pada sidang hari ini.
"KPK berharap putusan majelis Hakim bisa berkontribusi terhadap upaya penanganan kasus BLBI sekaligus dapat memperkuat upaya mengembalikan uang Rp4,58 Triliun ke negara sehingga dapat digunakan oleh masyarakat nantinya," ujar Febri.
Adapun dalam perkara tersebut Sjamsul melalui kuasa hukumnya menggugat BPK-RI dan Auditor BPK yang pernah dihadirkan KPK sebagai ahli pada sidang terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung beberapa waktu lalu.
Audit BPK yang dipersoalkan tersebut terkait dengan perhitungan kerugian keuangan negara Rp4,58 Triliun dalam kasus BLBI.
Febri menambahkan, KPK mendukung BPK dalam melaksanakan tugasnya melakukan perhitungan kerugian keuangan negara berdasarkan permintaan KPK.
"Kewenangan melakukan perhitungan kerugian keuangan negara tersebut diatur secara tegas di UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK," ucap Febri.
Dalam pengembangan kasus BLBI, KPK menetapkan Sjamsul Nursalim selaku obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini berdasarkan hasil pengembangan perkara terpidana mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
Majelis hakim saat itu memandang perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004.
Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Baca juga: KPK Ajukan Sjamsul Nursalim Masuk DPO ke Interpol
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.
Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN.
Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.