JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan masih ada perbedaan pandangan di pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan.
Perbedaan tersebut terletak dalam menyikapi lahan yang berada di dalam kawasan hutan negara. Ia menyatakan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup merasa berwenang atas lahan tersebut.
Di sisi lain, Kementerian Agraria dan Tata Ruang selaku pusat kendali pertanahan nasional meminta kawasan hutan negara juga didata oleh mereka.
Baca juga: RUU Pertanahan Berpotensi Timbulkan Liberalisasi Pasar Tanah
"Perbedaan itu, hanya perbedaan persepsi saja atau perbedaan teknis atau karena prinsip yang dipakai tetap kewenangan itu kewenangan soal kawasan hutan tetap ada di Kementerian Kehutanan. Cuma harus jelas di UU (Pertanahan) itu (pendataannya)," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Kalla memastikan perbedaan pandangan tersebut tak akan menimbulkan perdebatan panjang dan akan selesai dalam waktu satu hingga dua pekan.
Kalla menambahkan, lahan milik seluruh masyarakat akan terdaftar di negara dengan adanya Undang-undang Pertanahan yang baru. Hal tersebut akan mengantisipasi klaim sepihak atas lahan masyarakat.
Dengan demikian, Wapres mengatakan, RUU Pertanahan akan melindungi masyarakat saat berkonflik dengan pihak lain atas kepemilikan lahan.
"Justru kami ingin melindungi hak masyarakat, rakyat, sehingga tanah-tanah terdaftar. Kalau tidak jelas maka pemerintah, otonomi daerah bisa seenaknya hutan pindah ke sana sini. Kadang-kadang katakanlah kampung tercatat sebagai hutan, padahal sudah kampung," lanjut Wapres.
Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan DPR RI Herman Khaeron menargetkan penyelesaian RUU Pertanahan paling lambat September 2019.
Baca juga: Delapan Hal Kontroversial RUU Pertanahan
Saat ini dia dan tim kerjanya telah merampungkan pembahasan dalam rapat bersama tim perumus dan sinkronisasi.
"Target pembahasan selesai Agustus atau September ini. Kami sudah selesaikan tahap rapat Panja dengan tim perumus dan sinkronisasi, misalnya terhadap pasal-pasal yang dielaborasi," ucap Herman saat ditemui di kampus Undip, Semarang, Selasa (30/7/2019).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.