Tanda penghargaan diserahkan oleh Duta Besar Filipina di Indonesia, Eusebio A Abaquin, Jumat (26/12) pagi, di ASEAN Room Hotel Hilton Jakarta.
Kontingen Garuda XVII-2 yang dipimpin Mayjen TNI Kivlan Zen telah bertugas di Filipina Selatan antara 20 September 1995-2 September 1996, sementara Kontingen Garuda XVII-3 yang dipimpin Brigjen TNI Aqlani Maza antara 23 September 1996-20 Agustus 1997.
Pasukan Pam Swakarsa banyak menjadi perbincangan saat Sidang Istimewa (SI) MPR pada November 1998 di Jakarta.
Hal itu karena keberadaannya yang diklaim "mengamankan" jalannya sidang, tetapi pada kenyataannya menghadang mahasiswa yang ingin menentang isi persidangan. Tidak dengan tangan kosong, pasukan Pam Swakarsa memegang senjata, mulai dari pentungan, bambu runcing, hingga senjata tajam, sebagaimana dikutip Kompas, 12 November 1998.
Sebagian besar dari mereka merupakan masa bayaran. Namun, siapa pihak yang mengkoordinasi sampai saat ini belum dapat dibuktikan dengan pasti. Kivlan menyebut Wiranto sebagai dalang yang ada di balik keberadaan pasukan pengamanan ini meskipun Wiranto tidak pernah membenarkannya.
Baca juga: Kronologi Pembentukan Pam Swakarsa 1998, Menurut Gugatan Kivlan Zen ke Wiranto
Berdasarkan catatan Kompas, gugatan Kivlan kepada Wiranto terkait Pam Swakarsa ini bukanlah masalah yang baru saja muncul ke permukaan. Pada 2004 Kivlan pernah menantang Wiranto untuk membuka keberadaan Pam Swakarsa secara terang-benderang di meja pengadilan. Namun, hal ini tidak digubris oleh pihak Wiranto.
Kuasa hukum Wiranto saat itu, Yan Juanda Saputra, menyebut kliennya tidak mau menanggapi ajakan Kivlan karena ada tugas besar yang lebih penting untuk dikerjakan. Kivlan, menurut Wiranto, juga dipandang sebagai seseorang yang tidak konsisten dalam mengemukakan pernyataan.
Wiranto yang sebelumnya hendak mengajukan gugatan hukum kepada Kivlan terkait hal yang sama akhirnya membatalkan rencananya.
Dilaporkan Kompas.com Selasa (28/5/2019) Kivlan Zen ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong dan makar.
Selain itu, pada 30 Mei 2019, Kivlan ditahan di Rumah Tahanan Guntur, selepas menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya. Kivlan ditahan karena penyidik menganggap sudah mempunyai alat bukti cukup terkait kepemilikan senjata api ilegal.
Dilaporkan Kompas.com (12/6/2019), Wakil Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam mengatakan, Kivlan berperan memberi perintah terhadap tersangka HK alias I dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan.
Kivlan memberikan uang Rp 150 juta kepada HK alias I untuk membeli beberapa pucuk senjata api. Menurut Ade, setelah mendapat empat senjata api, Kivlan masih menyuruh HK mencari lagi satu senjata api.
Kemudian, Kivlan berperan memberikan target pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei. Kivlan juga memberikan uang Rp 5 juta pada IR untuk melakukan pengintaian, khususnya target pembunuhan pimpinan lembaga survei, Yunarto Wijaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.