JAKARTA, KOMPAS.com — Meski belum menyatakan dukungan secara resmi, Partai Demokrat terlihat sudah menetapkan sikap politiknya untuk lima tahun ke depan.
Posisi mereka cenderung condong mendukung pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Sinyal ini diutarakan Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.
Namun, Partai Demokrat kurang mendapat sambutan yang antusias dari partai pendukung Jokowi-Ma'ruf. Bahkan, dukungan Partai Demokrat dianggap terlambat.
Sebelumnya, Partai Demokrat dalam beberapa kesempatan memang telah melancarkan kode-kode mengenai arah politik mereka.
Baca juga: Menurut Pengamat, Ada Peran Megawati dan SBY dalam Pertemuan Jokowi-AHY
Sinyal penolakan
Komandan Komando Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah melakukan pertemuan dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta.
Meski begitu, ia tak secara gamblang menyebutkan bahwa partainya akan merapat ke kubu Jokowi.
Namun, ketika itu politisi PDI-P Aria Bima meminta publik tidak memersepsikan silaturahmi sebagai bagian dari upaya bergabung ke dalam koalisi pendukung pemerintah.
Menurut dia, pembahasan mengenai konfigurasi partai politik pendukung pemerintah kemungkinan baru akan dibahas setelah pelantikan presiden dan wakil presiden, 20 Oktober 2019.
Diterimanya Partai Demokrat ke dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf tentu nanti merupakan hasil pembicaraan partai politik dengan Jokowi sebagai presiden terpilih.
Baca juga: Sejumlah Respons terhadap Demokrat yang Kini Dukung Jokowi
Akan tetapi, PDI-P sebagai partai pengusung Jokowi-Ma'ruf terlihat memberikan semacam "kode keras" dalam menolak bergabungnya partai yang didirikan presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono itu.
Berikut dua di antaranya:
1. Tak diundang kongres PDI-P
Padahal, keduanya berada di posisi yang berseberangan dengan kubu Jokowi pada Pilpres 2019.