“Idealnya, setiap unit yang diproduksi atau diimpor itu diuji lagi. Namun menimbang efisiensi waktu dan biaya maka dibuatlah SRUT yang berlaku untuk setiap satu unit tipe kendaraan yang diproduksi atau diimpor. SRUT ini menunjukkan bahwa mobil yang diproduksi dibuat sama rancang bangun dan spesifikasinya dengan prototype-nya yang sudah lulus SUT,” jelas Dewanto.
Untuk mengawasi berjalannya prosedur ini, Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan saat ini juga melakukan uji sampel terhadap unit-unit kendaraan yang diproduksi.
Baca juga: KTB Dukung Regulasi Baru soal Karoseri
“Jika unit sampel yang diuji tidak lulus maka produksi kendaraan tipe tersebut harus dihentikan. Peraturan Menteri terkait uji sampel ini sedang dibahas di biro hukum kami,” kata Dewanto.
Sama halnya dengan kendaraan penumpang seperti mobil dan sepeda motor, Kendaraan Bermotor Wajib Uji, yaitu angkutan umum dan angkutan barang juga harus melalui proses pengujian sebelum diproduksi. Bedanya proses pengujian kendaraan jenis ini lebih panjang.
Ini karena biasanya jenis kendaraan tersebut diproduksi dalam bentuk landasan (chassis). Rancang bangun fisik kendaraan nantinya dibuat menyesuaikan dengan kebutuhan konsumennya dengan melibatkan perusahaan karoseri.
Setelah mendapat SUT, kendaraan baru bisa dibuatkan rancang bangunnya oleh perusahaan karoseri. Jika Surat Keputusan Rancang Bangun (SKRB) sudah disahkan, maka perusahaan karoseri bisa membuat kendaraan sesuai SKRB.
Setelah itu, perusahaan karoseri mengajukan permohonan cek fisik yang dilakukan oleh BPTD (Balai Pengelola Transportasi Darat).
Baca juga: Cek Fisik Kendaraan, Petugas Temukan Bus dengan Rem Tak Berfungsi
Cek fisik ini untuk memeriksa kesesuaian fisik antara fisik kendaraan yang dikaroserikan dengan SKRB yang dimiliki. Jika cek fisik sesuai, maka akan diberikan BAP cek fisik dan akan diterbitkan SRUT.
Sosialisasi akan pentingnya SUT dan SRUT ini merupakan salah satu upaya Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan untuk mewujudkan pilar ketiga Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) yaitu memastikan kendaraan berkeselamatan.
Konsumen kendaraan bermotor, terutama kendaraan penumpang, diharapkan memahami bahwa SRUT bukanlah beban, tetapi merupakan dokumen penting untuk menjamin keselamatan di jalan.
“Konsumen kendaraan bermotor, terutama kendaraan penumpang, mintalah SRUT kepada dealer, karena penting. Bagi dealer, sekarang tidak ada lagi alasan mereka tidak bisa kasih SRUT,” kata Sigit Irfansyah.
Demi meningkatkan layanan terkait penerbitan SRUT bagi konsumen kendaraan bermotor, saat ini Direktorat Sarana Transportasi Jalan Ditjen Perhubungan Darat juga tengah mengembangkan e-SRUT. Adanya layanan ini dinilai akan membantu APM dan konsumen memperoleh SRUT dengan cara yang lebih efisien.
“Layanan ini sudah mulai diuji coba untuk sepeda motor mulai 1 Juli 2019 lalu. Mengapa kami mulai dari sepeda motor? Ini karena sepeda motor paling banyak produksinya. Per hari dari semua pemain utama perkiraan saya produksinya di angka 20.000 sampai 22.000 unit,” ujar Sigit Irfansyah.
Baca juga: Uji Tipe Kendaraan Lebih Cepat dengan E-SRUT
Saat ini Direktorat Sarana Transportasi Jalan Ditjen Perhubungan Darat tengah mengupayakan untuk meningkatkan keamanan data pada layanan e-SRUT melalui kerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
“Nanti akan ada evaluasi dalam waktu dekat, kemudian peluncuran resminya. Harapan kami juga akhir tahun ini bisa ditandangani Perjanjian Kerjasama dengan BPPT,” tutup Sigit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.