Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bumi Manusia, Lebih dari Sekadar Kisah Cinta Minke dan Annelies

Kompas.com - 13/08/2019, 06:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi


KOMPAS.com - "Jangan anggap remeh si manusia, yang kelihatannya begitu sederhana; biar pengelihatanmu setajam elang, pikiranmu setajam pisau cukur; perabaanmu lebih peka dari para dewa, pendengaran dapat menangkap musik dan ratap-tangus kehidupan; pengetahuanmu tentang manusia takkan bakal bisa kemput."??

Begitulah kata Nyai Ontosoroh, tokoh dalam novel Bumi Manusia, seri pertama Tetralogi Buru karangan Pramoedya Ananta Toer.

Lewat Nyai Ontosoroh, Minke, Annelies, dan puluhan tokoh fiksi dalam cerita lainnya, Pram bicara soal banyak hal.

Mulai dari kemanusiaan, cinta, keadilan, hingga soal kepenulisan.??

Dalam Bumi Manusia Pram bercerita tentang sosok Minke, anak Bupati yang sangat pandai yang bersekolah di HBS bersama anak-anak keturunan Eropa.

Minke jatuh cinta pada seorang gadis yang pandai juga bernama Annelies.

Annelies adalah putri dari Nyai Ontosoroh, seorang simpanan Belanda yang melawan stigma masyarakat lewat kecerdasan dan ketegarannya.

??Di novel itu, Pram menggambarkan kehidupan di era kolonialisme yang menjadikan pribumi sebagai warga kelas tiga, setelah bangsa Eropa dan Tionghoa.

Cinta Minke dan Annelies harus berhadapan dengan tatanan sosial kala itu.??

"Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan" kata Pram melalui tokoh Jean Marais, saat sedang mendengar curhat Minke soal perasaannya terhadap Annelies dan Nyai Ontosoroh.

Lebih dari sekadar cinta Minke dan Annelies??

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid pernah meneliti tentang dekolonisasi dalam karya Pram. Menurutnya, Bumi Manusia bicara lebih dari sekadar kisah tragis Minke dan Annelies.

"Dia kan melihat bagaimana cintanya itu berhadapan dengan tembok-tembok pemisah yang dilihatkan lewat kolonialisme. Sebagai seorang pemuda yang jatuh cinta, dia berjuang meruntuhkan tembok-tembok itu," kata Fay, panggilan akrab Hilmar Farid, kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.

Di Anak Semua Bangsa, novel kedua Tetralogi Buru, Pram melanjutkan nasib malang Minke dan Nyai Ontosoroh.

Perkebunan dan pabrik susu Boerderij Buitenzorg milik suaminya, Herman Mellema, yang sudah dikelolanya selama 20 tahun, diambil paksa.

Hukum Belanda yang tak mengakui hak-hak gundik, membuat tanah dan perusahaan Nyai Ontosoroh jatuh ke tangan Ir. Maurits Mellema, anak Herman Mellema dari istri sahnya di Belanda.

Fay melihat konflik agraria dalam Tetralogi Buru ini kerap terlewatkan. Padahal cerita itu menjadi alegori atau retorika yang sempurna untuk kenyataan hari ini.

"Sekarang dalam bentuk misalnya perkebunan sawit. Pemiliknya entah di mana, tapi masyarakat yang hidup di atasnya langsung terdampak dan sekaligus dia terasing di tanahnya sendiri," ujar Fay.

Di seri ketiga Tetralogi Buru, Jejak Langkah, Pram melanjutkan cerita soal Minke yang melanjutkan sekolah kedokteran STOVIA di Batavia.

Saat belajar di sana ia bertemu dengan Ang San Mei, aktivis keturunan Tionghoa yang bekerja untuk membentuk sebuah organisasi untuk Tionghoa di Hindia Belanda.

Pemikiran tokoh-tokoh dalam Jejak Langkah, menunjukkan progresifnya Pram dibanding kebanyakan orang di zamannya. Termasuk urusan cinta dan rumah tangga.

Dalam satu bagian cerita, Mei pernah menerima surat dari seorang gadis Jepara yang ingin tahu soal emansipasi wanita Tionghoa.

Apakah wanita Tionghoa juga bernasib sama buruknya--kerap direndahkan dan dipoligami--seperti wanita Indonesia???

"Menurut pendapatku, tak ada satu bangsa di dunia bisa terhormat bila wanitanya ditindas oleh pria seperti pada bangsaku," tulis gadis Jepara itu dalam surat. ??

Dalam Jejak Langkah, Minke akhirnya menikah dengan Mei. Sayangnya, Mei kemudian meninggal karena sakit.

Minke yang setelah itu beralih profesi menjadi jurnalis akhirnya menikah lagi dengan Prinses van Kasiruta, putri raja Maluku yang ikut ayahnya dibuang ke Sukabumi.??

"...begitu seia-sekata, yang lelaki tidak membudakkan istrinya, yang perempuan tidak memperhamba diri pada suami seperti pada golongan atas sebangsaku. Indahnya perkawinan semacam itu,” kata Minke soal pernikahan yang ideal.??

Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.KOMPAS.com/ HERU MARGIANTO Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.

Hal yang serupa juga disampaikannya di novelnya yang lain, Arus Balik.

Epos itu sebenarnya menceritakan kedatangan Portugis ke Indonesia dengan latar keruntuhan Majapahit dan bangkitnya Kesultanan Demak.

Tokoh utama dalam novel ini adalah Wiranggaleng, seorang pemuda juara gulat di desa Awis Krambil, Tuban.??

Cerita dibuka dengan pidato Rama Cluring, seorang bijak yang bercerita tentang kejayaan masa lalu.

Di antara berbagai celotehannya yang ngalor-ngidul, ada satu petuahnya yang menyinggung soal emansipasi.

??"Kau, orangmuda, sama halnya dengan perempuan pemalas yang merasa lebih beruntung jadi selir atau gundik di bandar-bandar daripada mendampingi seorang suami di sawah dan ladang. Berbahagialah suami-istri yang sama-sama bekerja, maka haknya pun sama di hadapan para dewa dan manusia," kata Pram meminjam mulut Rama.??

Cerita dilanjutkan dengan keberuntungan Wiranggaleng mendapat kuasa yang terus menanjak, kendati keinginannya cuma hidup sederhana bersama kekasihnya Idayu.

Di balik peran pentingnya sebagai utusan Adipati Tuban Arya Teja Tumenggung Wilatikta, Wiranggaleng meninggalkan keluarganya, tak punya kuasa menentukan nasibnya.

Feodalisme yang tergambar lewat cerita ini, kata Fay, bisa jadi perenungan atas sisa-sisa feodalisme yang kita masih rasakan hari ini.

"Betapa jauh dampak dari warisan feodal di kehidupan pribadi yang begitu personal? Kok begitu sih? Kenapa sih si Wiranggaleng ini enggak ambil keputusan? Novel historis kan membawa kita ke pertanyaan semacam itu dan itu untuk segala jaman sih relevan ya terus selama kultur seperti itu ada di masyarakat kita," ujar Fay.

Sebaik-baiknya melawan...

"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya," kata Nyai Ontosoroh kepada Minke.

Kata-kata Nyai Ontosoroh adalah kalimat penutup dalam novel Bumi Manusia setebal 535 halaman. Maknanya dalam: perlawanan dengan penuh harga diri sampai batas akhir.

Bumi Manusia ditutup dengan kekalahan perlawanan Nyai Ontosoroh dan Minke yang gagal mempertahankan Annelies yang diam membeku dibawa pasukan kerajaan Belanda pulang ke tanah waris yuridisnya di Eropa sana.

Namun, kekalahan itu tak digambarkan Pram secara fatalistik. Pembaca akan merasakan betapa bermartabatnya kekalahan itu. Kekalahan dari sebuah perlawanan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.

Perlawanan terhadap ketidakadilan menjadi benang merah bagi sebagian besar karya-karya Pram. Derita yang dialaminya dari pemerintah Orde Baru, dituangkan lewat cerita-cerita sejarah dan kehidupan masa lampau.

"Siapa pun boleh mencoba, dan keadilan itu takkan dapat dihindarinya, karena dia adalah tumit manusia sendiri," kata Pram dalam novel Arok Dedes.

Selain Tetralogi Buru dan Arus Balik, novel Arok Dedes juga ditulis Pram saat ditahan di Pulau Buru di akhir tahun 1976.

Buku pelajaran boleh menceritakan Ken Arok sebagai pemberontak licik yang mempersunting Ken Dedes.

Namun Pram memilih penafsiran sejarah lain, dengan menjadikan Ken Arok sebagai sosok yang berani melawan penindasan akuwu atau pemimpin Tumapel, Tunggul Ametung, dengan berbagai intrik politiknya.

“Tanpa keberanian hidup adalah tanpa irama. Hidup tanpa irama adalah samadhi tanpa pusat,” begitu kata Pram dalam Arok Dedes soal keberanian.

Salah satu cara paling baik melawan, menurut Pram, dengan menulis.

Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang dipenjara di Pulau Buru sekitar tahun 1977, menyelesaikan karya-karyanya dengan sebuah mesin tik tua. KOMPAS/SINDHUNATA Pramoedya Ananta Toer, sastrawan yang dipenjara di Pulau Buru sekitar tahun 1977, menyelesaikan karya-karyanya dengan sebuah mesin tik tua.

Sebelum dijebloskan ke penjara, Pram pernah mengumpulkan surat-surat RA Kartini dan berusaha memberi interpretasi terhadap sosok Kartini. Menurut Pram, Kartini memberi sumbangsih besar terhadap catatan sejarah era kolonial.

Sayang, biografi yang diberi judul Panggil Aku Kartini Saja itu hanya ada bagian I dan II saja. Bagian III dan IV dibakar tentara saat Pram ditangkap pada 1965.

Selama 14 tahun dipenjara di Pulau Buru, Pram tak pernah berhenti menulis. Melalui cerita-ceritanya yang menggugah, Pram menyampaikan pesan universal yang menembus zaman.

Pesannya--baik yang tersirat maupun tersurat--masih relevan sampai hari ini.

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian," begitu kata Pram.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

Nasional
Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

Nasional
PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

Nasional
Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

Nasional
Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com