KOMPAS.com - Nama Husein Mutahar atau dikenal dengan H Mutahar ada dalam cerita sejarah perjalanan Indonesia.
H Mutahar, kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 5 Agustus 1916 ini, dikenal sebagai komposer musik Indonesia, terutama kategori lagu kebangsaan dan lagu anak-anak.
Beberapa lagu karyanya di antaranya, Hymne Syukur, Hari Merdeka, dan Dirgahayu Indonesiaku.
Selain itu, namanya juga tercatat dalam sejumlah momentum penting kemerdekaan Indonesia, dan salah satu sosok di balik terbentuknya organisasi kepanduan, Pramuka.
H Mutahar pernah diperintahkan Presiden Soekarno untuk menyelamatkan bendera pusaka saat situasi Kota Yogyakarta, yang menjadi ibu kota Indonesia, dalam keadaan sulit.
Saat itu, pada 1948, tentara Belanda melancarkan serangan besar-besaran sebagai rangkaian dari agresi militer ke-2.
“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Dengan ini, aku memberikan tugas kepadamu pribadi. Dalam keadaan apa pun, aku memerintahkan kepadamu untuk menjaga bendera ini dengan nyawamu," demikian Soekarno kepada Husein Mutahar dalam buku "Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat" karya Cindy Adams.
Pada agresi militer II, serangan yang dipimpin Van Mook itu melibatkan pesawat-pesawat terbang P-51 yang melintas rendah di atas Kota Yogyakarta.
Dalam waktu singkat, Yogyakarta diduduki. Pangkalan Udara Maguwo direbut dan markas komando militer kota juga dibom.
Bung Karno dan Bung Hatta ditawan oleh Belanda. Keduanya dibuang ke Berastagi, Sumatera Utara, sebelum dibuang ke Pulau Bangka.
Dikutip dari buku Berkibarlah Benderaku: Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka yang ditulis oleh Bondan Winarno, Mutahar langsung menjalankan perintah Bung Karno.
Ia langsung menerima perintah Presiden di masa genting itu.
"Bendera ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh," demikian kata Soekarno.
Mutahar lantas memikirkan cara membawa bendera pusaka tersebut.
Selanjutnya, disebutkan bahwa Mutahar dibantu oleh seseorang bernama Pernadinata, untuk membuka jahitan bendera menjadi dua.