Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

17 Agustus, WR Supratman dan Lagu "Indonesia Raya"

Kompas.com - 10/08/2019, 20:43 WIB
Angga Setiawan,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-74 akan diperingati pada 17 Agustus nanti. Siapa yang menyangka, tepat pada hari itu pula pencipta lagu "Indonesia Raya", Wage Rudolf (WR) Supratman tutup usia.

WR Supratman lahir pada tanggal 9 Maret 1903 di Jatinegara, Jakarta dan meninggal pada 17 Agustus 1938. 

WR Supratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama Jumeno Kartodikromo (tentara KNIL Belanda) dan ibunya, Siti Senen. Sedangkan Roekijem adalah kakak sulung yang membawanya ke Jakarta.

Seperti diberitakan Kompas.com (31/12/2008), tahun kelahiran dari WR Supratman menjadi perdebatan tersendiri bagi para penggiat sejarah. Sebab sebagian mempercayai kelahiran WR Supratman adalah 19 Maret 1903 di Desa Somongari Purwokerto.

Namun yang pasti, WR Supratman meninggal 17 Agustus 1938 dan makamnya berada di Taman Makam Pahlawan Khusus, Jalan Kenjeran, Kelurahan Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Surabaya.

Baca juga: 5 Perayaan Unik Upacara Bendera 17 Agustus

Di Surabaya, selain makam WR Supratman, juga terdapat rumahnya yang sampai hari ini masih berdiri kokoh. Di rumah Jalan Mangga Nomor 21, Kelurahan Tambaksari, adalah rumah tempat WR Supratman sekaligus tempat menghembuskan nafas terakhirnya.

Media Sin Po

Keberadaan WR Supratman tidak bisa dilepaskan dari lagu "Indonesia Raya". Pasalnya lagu kebangsaan "Indonesia Raya" tersebut diciptakan WR Supratman dan diperdengarkan pertama kali pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928.

Saat itu, beliau memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental dengan biola di depan peserta kongres.

Media yang pertama kali mempublikasikan syair Indonesia Raya adalah Sin Po.

Menurut Asvi Warman Adam, dalam buku yang ditulis Ang Yan Goan, syair "Indonesia Raya" disebut dimuat pada 1930-an.

Namun, dalam arsip yang diperlihatkan Djoko Utomo sewaktu menjabat Kepala Arsip Nasional RI, syair lagu kebangsaan itu dipublikasikan Sin Po pada terbitan 27 Oktober 1928.

Dengan demikian, ada kemungkinan "Indonesia Raya" sudah "dibocorkan" di Sin Po, sebelum diperdengarkan secara instrumentalia pada saat pengikraran Sumpah Pemuda.

Baca juga: Promo 17 Agustus, Ini Sejumlah Restoran yang Menyediakan Diskon Khusus

Pergolakan pemerintahan yang terjadi pasca transisi orde lama ke orde baru dan peristiwa G30S/PKI, membuat nasib Sin Po dianggap simpatisan Partai Komunis Indonesia dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Koran yang sudah bernama Warta Bhakti itu kemudian dilarang terbit sejak 1 Oktober 1965.
Kekerasan yang terjadi pasca-G30S 1965 itu tidak hanya mematikan eksistensi Sin Po. Secara perlahan, perannya dalam pergerakan kebangsaan pun mengelupas dalam catatan sejarah.

Lagu Indonesia Raya

Tak banyak yang tahu bahwa lagu kebangsaan "Indonesia Raya" yang selama ini dinyanyikan belum lengkap alias hanya satu bait saja.

Sang pencipta lagu, Wage Rudolf Supratman, sebenarnya menulis "Indonesia Raya" dalam tiga bait (stanza).

Dari ketiga stanza itu, tidak dapat dipungkiri bahwa stanza yang pertama jauh lebih populer dan dihafal penduduk Indonesia jika dibandingkan dengan stanza kedua dan ketiga.

Stanza pertama menjelaskan tentang kebangkitan bangsa Indonesia, stanza yang kedua menjelaskan tentang kedaulatan bangsa, dan stanza yang terakhir menjelaskan tentang kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia.

Biola dan Sejarah Kepemudaan

Banyak tokoh yang menuturkan lagu "Indonesia Raya" untuk kali pertama ditampilkan hanya dengan gesekan biola, tanpa lirik teks yang disuarakan.

Diberitakan Kompas.com (16/06/2009), biola tersebut diletakkan di salah satu ruangan di museum yang berlokasi di Jalan Kramat Raya Jakarta, lengkap dengan keterangan serta berbagai foto pendukung tentang sejarah alat musik tersebut.

Baca juga: Fakta 17 Agustus, dari Mesin Ketik Nazi hingga Mikrofon Kemerdekaan

Kepala Museum Sumpah Pemuda Agus Nugroho mengatakan, biola tersebut memiliki nilai sejarah yang berkaitan dengan Sumpah Pemuda.

"Biola ini menjadi alat musik pengiring saat lagu Indonesia Raya pertama kali diperdengarkan pada Kongres Pemuda kedua pada tahun 1928," katanya.

Biola model Amatus itu memiliki panjang 36 cm, lebar sisi terpanjang 20 cm dan sisi terpendek 11 cm, serta tebal sisi terlebar 6 cm dan terpendek 4,1 cm. Adapun panjang leher biola tersebut 37,2 cm serta penggesek dengan panjang 71,2 cm.

Di dalam tubuh biola tersebut, tertulis identitas serta alamat pembuatnya, yakni Nicolaus Amatus Fecit in Cremona 6.

Biola dengan dua lubang berbentuk S di bagian tubuhnya tersebut terbuat dari tiga jenis kayu berbeda, masing-masing kayu Cyprus atau Jati Belanda, Maple Italia, serta Eboni.

Menurut Agus, biola tersebut masih dapat digunakan dengan baik. Bahkan biola itu pernah dua kali dimainkan oleh Idris Sardi saat peringatan Sumpah Pemuda pada tahun 2005 dan 2007.

Meski telah tiada, jasa-jasa WR Supratman akan selalu abadi.

Dirgahayu Republik Indonesia, MERDEKA!!

(Sumber: Kompas.com/Achmad Faisal, Nazar Nurdin, Citra Senjaya, Andi Muttya Keteng Pangerang)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Saat Karutan KPK Tutup Mata soal Pungli Berujung Sanksi Etik Berat...

Nasional
Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Kubu Ganjar Dalilkan Suaranya Nol, Tim Prabowo: Tak Ada Buktinya

Nasional
Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Di Sidang MK, Tim Hukum Prabowo-Gibran Bantah Menang karena Intervensi Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com