JAKARTA, KOMPAS.com - Mabes Polri akan menindak tegas kepala satuan wilayah (Kasatwil) yang gagal menangani kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya sendiri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, salah satu bentuk penindakan tegas itu, bahkan hingga pencopotan sebagai kepala satuan wilayah.
"Indikatornya ketika terjadi kebakaran masif, bukan hanya di beberapa titik, tapi di satu kabupaten itu boleh dikatakan ada sekian ratus titik. Sementara para kasatwil itu terbukti tidak melakukan langkah-langkah secara masif, baik menggerakkan sumber daya yang dimiliki," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019).
"Kemudian tidak berkoordinasi dengan aparat terkait TNI, pemerintah daerah, satgas-satgas lainya yang terlibat dalam pemadaman itu. Selain itu, juga ketika kalau sudah masif (kebakaran hutan dan lahan) tidak menegakkan hukum atau pembiaran di situ," sambung dia.
Baca juga: Upacara HUT ke-62 Riau di Tengah Kabut Asap Karhutla, Peserta Pakai Masker
Saat ini, meskipun ada beberapa titik dilanda kebakaran hutan dan lahan, namun Dedi memastikan, belum ada kepala satuan wilayah yang dicopot dari jabatannya. Menurut dia, penanganan yang dilakukan mereka masih terbilang baik.
Sejauh ini, lanjut Dedi, kepolisian total sudah menetapkan 23 orang sebagai tersangka atas kasus kebakaran hutan dan lahan pada sejumlah wilayah. Sebagian besar tersangka ditangani Polda Riau.
Menurut Dedi, mereka melakukan pembakaran demi membuka lahan baru. Meski demikian, kepolisian tetap mencari kemungkinan aksi para tersangka itu bekerja sama dengan pihak korporasi.
Baca juga: Satu Perusahaan Kebun Sawit di Riau Ditetapkan Tersangka Karhutla
Untuk mencegah kejadian tersebut terus terulang, polisi bekerja sama dengan TNI dan pemerintah daerah.
Kepolisian berharap mereka menggelar sosialisasi agar masyarakat membuka lahan dengan cara selain dibakar. Pemerintah juga diharapkan mengajarkan pola baru sebagai cara alternatif membuka lahan.
"Pemerintah juga mencari pola-pola baru, mengajarkan masyarakat untuk bagaimana cara membuka lahan yang istilahnya lebih ramah lingkungan, tidak harus melakukan pembakaran-pembakaran seperti itu," ungkap Dedi.