Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Pemerintah Benahi PNS, dari Wacana Kerja di Rumah hingga Pemerataan Remunerasi

Kompas.com - 09/08/2019, 08:50 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menargetkan perbaikan PNS di segala sisi.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah ialah membuat kinerja PNS semakin efektif dan efisien serta mendapat penghasilan yang layak.

Beberapa upaya yang dimunculkan untuk membuat kinerja PNS semakin efektif dan efisien ialah memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

Baca juga: Asyik, PNS 4.0 Bisa Kerja dari Rumah dan Dapat Single Salary...

 

Hal ini sejalan dengan formasi PNS yang semakin didominasi oleh generasi milenial.

Kini, jumlah PNS dari generasi milenial mencapai 572.000 orang. Jumlah itu akan bertambah tiap tahunnya.

Sebab, dalam setiap rekrutmen, setidaknya diterima 200.000 PNS dari kalangan milenial.

Mereka, PNS dari kalangan milenial, mengikuti proses pendaftaran hingga seleksi secara online.

Baca juga: [POPULER MONEY] Menteri Era Soeharto Wafat | Wacana PNS Kerja dari Rumah

 

Karena itu, pemerintah mewacanakan nantinya PNS bisa bekerja dari rumah melalui teknologi informasi yang kian maju.

Hal itu disampaikan Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (PAN-EB) Setiawan Wangsaatmaja, dalam sebuah diskusi di Kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

"Nanti ada fleksibilitas dalam kerja. Kita sedang merencanakan itu. Kerja dari rumah bisa. Kerja dari ujung sana juga bisa. Tinggal ngatur semuanya bagaimana aturannya," ujar Iwan, sapaannya.

Baca juga: Ketimbang Single Salary PNS, Kemenkeu Nilai Lebih Penting Gaji Batas Bawah

Ia menilai hal itu realistis dilakukan lantaran semakin banyak formasi PNS yang diisi oleh generasi milenial yang melek teknologi informasi.

Karena sejak pendaftaran sampai dengan seleksi sampai akhir, mereka harus menggunakan sistem computerize semuanya. Setidaknya melek lah. Kurang lebih seperti itu," papar Iwan.

"Sekarang kita sudah mempunyai 572.000. Katakanlah setiap tahun nanti 200.000 formasi, 2024 kita sudah mulai seimbang. Dan kami yakin itulah yang menjadi tulang punggung kita," lanjut dia.

Baca juga: Kemenpan RB Susun Rencana agar PNS Bisa Kerja dari Rumah

Ia menambahkan, minat generasi milenial menjadi PNS sangat tinggi.

Hal itu dibuktikan dengan tingginya jumlah akun yang mengakses situs pendaftaran CPNS yang mencapai 4 juta.

Karena itu, pemerintah juga akan mengupayakan penghasilan yang layak bagi PNS dengan menyetarakan remunerasi gaji dan tunjang di setiap kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah.

Hal ini berangkat dari kesenjangan remunerasi antara kementerian yang satu dengan kementerian lainnya.

Baca juga: Wacana Single Salary ASN, Ini Kata Kemenpan RB

Akibatnya, PNS sulit dimutasi dengan kesenjangan gaji seperti itu.

Padahal, mutasi merupakan upaya pemerintah untuk menaruh salah satu PNS terbaik untuk membangun budaya kerja yang baik di tempat barunya.

Karenanya, Kemenpan RB tengah membahas Peraturan Pemerintah (PP) tentang penyetaraan gaji dan tunjangan ASN

Iwan menyatakan, pihaknya tengah menghitung besaran gaji dan tunjangan ASN agar terdapat penyetaraan di seluruh instansi dan daerah.

Baca juga: Gaji dan Tunjangan ASN akan Disetarakan, Pemerintah Godok Dasar Hukum

"Menghitung ini rupanya sangat amat perlu waktu karena semua berfluktuasi. Kami berharap sesegera mungkin. Kami inginya PP pensiun (tunjangan) dan PP gaji ini berbarengan (selesainya)," ujar Iwan, sapaannya, saat ditemui di Kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta, Kamis, (8/8/2019).

Iwan menambahkan, penetapan besaran gaji dan tunjangan ASN di setiap instansi dan daerah nantinya mengacu pada nilai kemahalan barang dan jasa di daerah tersebut, serta daya beli masyarakat daerahnya.

Baca juga: KSP Munculkan Wacana Single Salary untuk ASN

 

Dengan demikian, gaji dan tunjangan kementerian yang satu dengan yang lain serta pemerintah daerah yang satu dan lainnya tak jauh berbeda.

Saat ini pembahasan PP tersebut masih dilakukan Kementerian PAN-RB bersama Kementerian Keuangan.

"Nanti kan ada indeksnya. Kami kan saat ini sedang melakukan survei dengan BPS. Jadi tingkat kemampuannya daerah itu seperti apa. Nah itu basic untuk menetapkan adalah tingkat kemahalan daerah," ujar Iwan.

"Dan juga dari kemampuan daya beli daerah tersebut seperti apa," lanjut dia.

Kompas TV Setelah pemerintah memutuskan mengembalikan haknya sebagai calon pegawai negeri sipil di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Dokter Gigi Romi Syofpa Ismael mendatangi Kantor Gubernur Sumbar. Sebelumnya Romi dibatalkan menjadi PNS karena kondisi disabilitasnya. Ia datang ditemani suami dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk mengucapkan terimakasih pada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dan semua pihak yang telah ikut membantu dalam memperjuangan haknya. Romi juga berharap agar Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dapat membantu mengawal percepatan SK CPNS nya. Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berharap dengan telah dikembalikannya status kelulusan Romi semua masalah yang berkaitan dengan kasusnya dapat selesai. Pemerintah juga berharap kedepannya Kementerian PAN-RB dapat memberi penjelasan secara detail terkait aturan sehat jasmani dan rohani dalam seleksi CPNS agar permasalahan serupa tidak muncul lagi dikemudian hari. #CPNS #DokterRomi #DokterdenganDisabilitas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com